Bali, memang menjadi
sebuah pulau dengan beribu adat istiadat yang sangat kental dan masih terjaga
dengan amat baik. Hari ini saya akan mencoba memberikan alasan dan
pedoman Mengapa Umat Hindu Posisi Tidur tidak Boleh Di Teben.
Konsep luan-teben atau
hulu-hilir.Konsep ini terkait dengan kosmologi mata angin. Orang Bali umumnya
meletakkan tempat tidur searah utara-selatan atau timur-barat. Jadi, ketika
tidur, kepala kita ke arah utara atau timur, kaki ke arah selatan atau barat.
Mengapa demikian?
menurut Nitisastra
VII, 1-2.
" Jika kepalamu di timur, akan panjang
umurmu. Jika di utara, engkau mendapatkan kejayaan. Jika letak kepalamu di
barat, akan mati rasa cinta padamu, engkau akan dibenci para sahabatmu; dan
jika membujur ke selatan, akan pendek umurmu, dan menyebabkan rasa duka cita".
Tidur itu tidak dilarang, tapi tidur yang sembarangan ada
konsekuensinya. Sebagai masyarakat yang dikenal dengan aturan-aturan adat yang
kental dan masih terjaga, masyarakat Bali hingga kini masih meyakini bahwa
tidur tidak boleh sembarangan. Mulai dari sikap atau posisi tidur, tempat
tidur, hingga bangunan yang boleh dijadikan sebagai tempat tidur pun diatur
sedemikian rupa dalam adat Bali. Terdapat tiga macam tempat berisitirahat yang
disebutkan dalam sastra Bali, yaitu:
§
Galar: istirahat untuk beberapa saat dengan tidur
§
Galir: istirahat untuk beberapa menit atau pelepas lelah dengan
duduk dan bersantai
§
Galur: istirahat untuk perjalanan pulang, yang dalam istilah
Bali disebut dengan “mulih ke desa/gumi wayah” alias mati
Seperti
dikutip dalam blogsepisunyi.blogspot.com Pada
dasarnya, umat hindu sangat mensucikan 9 penjuru arah mata angin. DEWATA NAWA
SANGA. Tapi, dalam hal ini, (arah kepala waktu tidur), ada konsep palemahan
(tata ruang) yang mengatur dalam hal ini. Dalam tata adat di bali, setiap
keluarga hindu bali punya tempat pemujaan (sangah/merajan) yang di bangun di
sebelah timur (tepatnya, kaje kangin) dari areal pekarangan yg di tempati. Dan
di bali jg ada konsep (me-hulu gunung). Masyarakat hindu bali menggunakan
gunung sebagai arah utara.
Nah,
untuk lebih mensucikan tempat pemujaan, maka masyarakat hindu di bali mengatur
arah kepala untuk tidur dengan sedemikian rupa. Dalam hal ini, kepala ada
otaknya, otak sebagai pusat dari semua yang ada pada diri manusia. Maka, dengan
sendirinya kepala kitalah yg paling dekat dengan tempat pemujaan. Ini untuk
mengingatkan kita untuk selalu dekat, mengingat, dan melaksanakan ajaran hindu.
jadi masalah posisi tidur kiat di bali ini bukan AGEM MULE KETO. Dan ada yg
lucu disini, ajaran tidur hindu di bali, telah secara tidak langsung membuat
penduduk bali mempersatukan diri lewat posisi tidur. Di bali utara dan bali
selatan jika tidur dgn posisi sama2 kepala di utara, maka ketemunya kepala
dengan kepala. Utara di bali selatan, adalah selatan di bali utara.
Selain Sikap Tidur yang tidak
boleh mengarah ke teben, Sikap badan saat tidur juga ada pedomannya. Beberapa diantaranya
adalah sebagai berikut:
Kaki tidak boleh
menyilang
Percaya tidak percaya, tertidur dengan kaki
menyilang (x) akan membuat manusia mengalami mimpi buruk. Meski belum ada bukti
ilmiah yang mendukung mitos ini, banyak masyarakat Bali yang sering
mengalaminya. Mereka sering bermimpi buruk ketika tanpa sadar tertidur dengan
kaki menyilang. Oleh karena itu, masyarakat Bali berusaha meluruskan kakinya
sebelum tidur. Selain bertujuan menghindari mimpi buruk, tidur dengan kaki yang
lurus juga dipercaya dapat melancarkan aliran darah.
Tidak boleh berselimut
hingga menutupi wajah
Tidur dengan seluruh tubuh tertutup selimut
membuat kita terlihat seperti orang yang meninggal dunia. Hal ini adalah tabu
bagi masyarakat Bali. Menurut kebudayaan mereka, tidur dengan berselimut
menutupi seluruh tubuh dapat mengundang energi jahat dalam tidur kita. Jadi,
kita hanya boleh berselimut hingga sampai batas leher atau pundak. Jika udara
terlalu dingin, maka disarankan untuk menggunakan topi (atau penutup kepala
sejenis) untuk melindungi dari udara dingin tersebut.
Lalu bagaimana jika
aturan tentang tidur ini dilanggar?
Secara adat atau hukum sosial tidak ada
hukuman bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut. Namun, secara
“Niskala” akan berdampak pada kehidupan pemakai tempat istirahat yang
bersangkutan. Mulai dari sakit hingga kematian. Khusus untuk tempat tidur,
memiliki aturan tambahan yaitu; apabila tempat tersebut sudah dianggap selesai
dibuat dan sudah pernah digunakan selama 3 hari, maka tempat tesebut dianggap
sudah hidup seperti halnya bangunan yang telah diupacarai. Bila ada orang yang
berani memotong / merubahnya kemudian setelah itu digunakan sebagai tempat
tidur lagi, maka yang memotong / merubah serta yang menggunakannya akan
mengalami gangguan dalam kehidupannya. Aturan ini sudah baku, karena sudah
banyak yang merasakan, sehingga Adat Bali tidak mengaturnya secara tertulis
kecuali yang tertera dalam Kidung Nitisastra. Selain bertujuan untuk memperoleh
rasa nyaman, aturan-aturan tidur ini juga diyakini bermanfaat untuk kesehatan.
0 comments:
Post a Comment