Monday, November 3, 2014

Hubungan Catur Asrama dan Catur Purusa Artha


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar belakang
Sebagai seorang manusia yang hidup dan menjalani kehidupan di dunia ini kita dituntut melakukan sesuatu sesuai dengan peradaban di masa kita hidup. Dari kecil kita di tuntut untuk belajar, entah itu belajar berjalan, berbicara dan lain sebagainya yang diajarkan oleh kedua orang tua kita. Kita dari kecil sudah belajar baik itu belajar dirumah maupun di masyarakat lingkungan kita tinggal dan di sekolah. Dalam ajaran agama hindu baik itu dalam kesusastraan hindu maupun kitab veda hal-hal semacam ini sudah diatur dengan sangat jelas dalam ajaran catur asrama dan juga catur purusartha dimana setiap tingkatan-tingkatan kehidupan dari kecil hingga menjelang kematian sudah ada kewajiban-kewajiban yang harus kita perbuat.


1.2   Rumusan Masalah
Sebagai seseorang yang hidup di era modern ini mau tidak mau tentu kita dituntut untuk mengikuti perkembangannya. Dewasa ini banyak sekali orang yang tidak lagi menuruti aturan-aturan agama seperti seorang yang masih berstatus sebagai siswa atau siswi sudah terbiasa melakukan hubungan suami istri padahal mereka belum menikan yang seharusnya pada masa itu mereka sedang giat-giatnya menuntut ilmu pengetahuan dan belum saatnya melakukan hal-hal yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Dan banyak pula orang yang memberi makan anak dan istrinya dari hasil kejahatan seperti mencuri, merapok dan korupsi. Agama hindu telah mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya kita menjalani kehidupan ini melalui ajaran-ajaranya, dan ajaran yang paling banyak membahas tentang hal-hal ini adalah ajaran catur asrama dan catur purusartha. Dimana kedua ajaran ini sangat berkaitan dan perlu menjadi pedoman bagi kita sekalian.






1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengingatkan kepada para generasi muda hindu untuk kembali kepada ajaran agama hindu dalam setiap kita melakukan sesuatu, apakah itu dibolehkan atau tidak agar terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Pada generasi muda terutama yang masih berstatus siswa atu siswi hendaknya jangan melakukan hubungan suami istri karena hubungan suami istri hanya boleh dilakukan jika seseorang sudah siap baik itu secara umur, materi dan mental dari orang tersebut. Dimana kita semua tau bahwa seseorang yang masih menuntut ilmu dan umur masih muda mereka belum bekerja dan belum siap umur untuk menikah. Bila menikah sebelum bekerja dan belum siap memberikan penghidupan anak dan istrinya maka dia akan berfikir sempit dan mlakukan kejahatan untuk memberi penghidupan anak dan istrinya.


1.4   Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pada penulisan makalah ini untuk melakukan ajaran dari catur asrama dan catur purusartha agar tercapainya kehidupan yang harmonis di dunia ini. Bagaimana harusnya prilaku orang yang masih menuntut ilmu (brahmacari), prilaku orang yang sudah berumah tangga (grhastha), prilaku orang yang sudah mulai meninggalkan kesenangan duniawi (wanaprastha), dan prilaku orang yang telah meninggalkan ikatan duniawi (bhiksuka atau sanyasin) dimana semua hal tersebut sudah sangat jelas diatur.














BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Catur Asrama dan Bagian-bagiannya
Dilihat dari asal katanya catur asrama terdiri dari kata catur yang berarti empat ( 4 ) dan asrama yang berarti jenjang kehidupan, tempat/lapangan. Jadi catur asrama artinya empat jenjang yang dilalui dalam kehidupan yang berdasarkan tuntunan rohani. Ada juga yang mengatakan Catur Asrama berarti empat fase/tahapan hidup atau empat macam tingkatan hidup dalam hubungannya mencapai tujuan agama berlandaskan petunjuk agama.
Pembagian catur asrama dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu:
1.      Brahmacari
Brahmacari berasal dari 2 kata , brahma dan cari . Brahma artinya ilmu pengetahuan suci dan Cari ( car ) yang artinya bergerak. Jadi brahmacari artinya bergerak di dalam kehidupan menuntut ilmu pengetahuan (masa menuntut ilmu pengetahuan). Dalam kitab Nitisastra II, 1 masa menuntut ilmu pengetahuan adalah maksimal 20 tahun, dan seterusnya hendanya kawin untuk mempertahankan keturunan dan generasi berikutnya. Dalam kitab Manawa Dharmasastra disebutkan bahwa umur untuk mulai belajar adalah semasa anak-anak, yaitu umur 5 tahun dan selambat-lambatnya umur 8 tahun. Brahmacari juga dikenal dengan istilah ” Asewaka guru / aguron-guron ” yang artinya guru membimbing siswanya dengan petunjuk kerohanian untuk memupuk ketajaman otak yang disebut dengan ” Oya sakti ” . Dalam masa brahmacari ini siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex ,karena akan mempengaruhi ketajaman otak. Untuk masa menuntut ilmu, tidak ada batasnya umur, mengingat ilmu terus berkembang mengikuti waktu dan zaman . Maka pendidikan dilakukan seumur hidup.
2.      Grahasta
Merupakan jenjang yang kedua yaitu kehidupan pada waktu membina rumah tangga ( dari mulai kawin ). Kata grahasta berasal dari dua kata. Grha artinya rumah, stha artinya berdiri. Jadi grahasta artinya berdiri membentuk rumah tangga. Dalam berumah tangga ini harus mampu seiring dan sejalan untuk membina hubungan atas darar saling cinta mencintai dan ketulusan.


syarat-syarat perkawinan adalah:
- sehat jarmani dan rohani
- hidup sudah mapan
- saling cinta mencintai
- mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.

Tujuan dari pada grahasta adalah:
- melanjutkan keturunan
- membina rumah tangga
- melaksanakan panca yadnya ( sebagai seorang hindu )

3.      Wanaprasta
Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak belukar dan ” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa. Jadi wanaprasta artinya hidup menghasingkan diri ke dalam hutan. Mulai mengurangi hawa nafsu bahkan melepaskan diri dari ikatan duniawi. Pada masa ini seseorang yang telah menginjak masa wanaprasta cenderung mengasingkan diri ke hutan pada masa lampau guna mencari ketenangan dan belajar bagaimana menjadi seorang sanyasin tau petapa dan secara perlahan tidak mengingat kembali akan ikatan keduniawian atau hal-hal yang berhubungan dengan dunia material. 

4.      Bhiksuka (sanyasin)
Kata biksuka berasal dari kata biksu yang merupakan sebutan pendeta Buda. Biksu artinya meminta-minta. Masa biksuka adalah masa dimana sesorang sudah benar-benar terlepas dari ikatan alam material ini dan pada fase ini sudah benar-benar tidak memikirkan hawa nafsu dan hanya berbuat dharma dan terus senantiasa hanya mengabdikan diri kepada Brahman atau Tuhan Yang maha Esa ( Ida Sang Hyang Widhi Wasa ) untuk mencapai pembebasan dari penderitaan alam material ini.


2.2 Pengertian Catur Purusartha
Catur artinya empat, purusa artinya jiwa manusia, dan artha artinya tujuan hidup. Jadi, Catur Purusa Artha artinya empat tujuan hidup manusia. Catur Purusa artha ini juga disebut Catur Warga yang artinya empat tujuan hidup manusia yang terjalin erat dengan yang lainnya. Ada pila yang menyatakan Catur Purusartha adalah empat kekuatan atau dasar kehidupan menuju kebahagiaan, yaitu Dharma, Arta, Kama, dan Moksa. Urut-urutan ini merupakan tahapan-tahapan yang tidak boleh ditukar-balik karena mengandung keyakinan bahwa tiada arta yang diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa melalui arta, dan tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui dharma, arta, dan kama. Catur Purusa Artha terdiri dari :

1.      Dharma
Dharma, berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata Dhr artinya: menjinjing, memangku, memelihara dan mengatur. Dalam arti luas dharma juga berarti hukum, kodrat, kewajiban, agama, kebenaran. Dharma merupakan dasar dari segala tingkah laku manusia.
Dalam kitab suci disebutkan manfaat Dharma :
a) alat untuk mencapai surga dan Moksa
b) menghilangkan segala macam penderitaan
c) sumber datangnya kebaikan bagi yang melaksanakannya
d) melebur dosa-dosa
e) harta kekayaan yang tidak bisa dicuri dan dirampas
f) landasan untuk mendapatkan Artha dan Kama.


2.      Artha
Artha artinya tujuan, harta benda (kekayaan). Harta yang didapat dan digunakan sesuai dengan Dharma akan menimbulkan kebahagiaan. Artha juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang bernilai materiil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara phisik. Arta dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Arta yang diperoleh secara langsung misalnya seseorang yang swadharmanya sebagai petani pemelihara lembu maka ia akan menikmati susu lembu itu. Arta yang diperoleh secara tidak langsung misalnya seorang Ayah yang tekun mendidik anaknya sejak kecil dengan baik sehingga dikemudian hari anaknya menjadi tokoh yang kaya dan terhormat, maka anaknya dapat merawat khidupan ayahnya dimasa tua dengan baik dan berkecukupan. Arta yang cukup dapat digunakan untuk memenuhi Kama.
Artha atau kekayaan itu hendaknya dibagi tiga:
a) Untuk mencapai Dharma (melaksanakan kegiatan keagamaan)
b) Sarana untuk memenuhi Kama (memenuhi keperluan hidup)
c) Sarana melakukan usaha / bisnis (usaha dan tabungan).


3.      Kama
Kama artinya keinginan, kasih sayang, cinta kasih, kesenangan dan kenikmatan. Keinginan dapat memberi kenikmatan dan tujuan hidup. Kenikmatan ini akan memberikan kepuasan. Kama adalah suatu kebahagiaan dan kenikmatan yang didapat melalui indria. Kama juga dapat diartikan kebutuhan hidup berupa pangan, sandang, perumahan, sosial, spiritual, kesehatan, dan pendidikan. Makin banyak arta yang diperoleh maka manusia makin leluasa memenuhi kama. Apabila dharma, arta dan kama sudah dicukupi dengan baik maka tercapailah kehidupan yang bahagia lahir dan bathin. Jika ajaran catur purusartha dibalik maka manusia akan menempuh segala cara untuk memperoleh arta, artinya tidak lagi berdasarkan ajaran Agama. Misalnya memperoleh ara dengan cara mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini (adharma) tidak akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari. Dalam kitab Sarasamuccaya dijelaskan:

Nihan yang tan ulahakena, syamatimati mangahalahal, si paradara, nahan tang telu tan ulahakena ring asing ring parihasa, ring apatkala, ri pangipyan tuwi singgahana jugeka.

(Sarasamuccaya 76)
Terjemahannya :

Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh, mencuri, berbuat zina; ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap siapapun, baik secara berolok-olok, senda gurau, baik dalam keadaan dirundung malang, keadaan darurat dalah khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja ketiganya itu.

Kesengsaraan itu bermacam-macam berbentuk "skala" dan "niskala" Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang tertangkap akhirnya masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman duniawi, tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima hukuman Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena merasa berdosa.

4.       Moksa
Kata Moksa berasal dari bahasa Sanskerta, dari urat (akar) kata Muc, yang berarti: membebaskan, memerdekakan, melepaskan, mengeluarkan. Dari akar kata Muc, ini. menjadi Mukta (Mukti), Moksa. Moksa juga dapat diartikan bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari hukum karma phala, bebas dari samsara/ kelahiran. Moksa adalah ketenangan dan kebahagiaan spiritual yang abadi (suka tan pawali dukha). Setiap orang wajib berusaha untuk mencapainya. Salah satu jalan untuk mencapai tujuan adalah dengan Catur Marga.

2.3 Hubungan Catur asrama dengan catur purusartha
Dalam implementasinya, Catur Asrama adalah empat jenjang kehidupan manusia yang   dipolakan untuk mencapai empat tujuan hidup manusia yang disebut Catur Purusa Artha. Masing-masing fase didalam Catur Asrama mempunyai tujuan hidup yang berbeda-beda menurut Catur Purusa Artha. Ada pula yang menyatakan bahwa Catur Asrama dengan Catur Purusartha merupakan dua disiplin hidup yang diajarkan dalam agama Hindu. Catur asrama adalah fase kehidupan dan catur purusartha adalah tujuannya. Dharma adalah yang melandasinya. Hubungan bagian-bagian Catur Asrama dengan bagian-bagian Catur Purusa Artha adalah sebagai berikut :
1.      Pada masa Brahmacari tujuan utamanya adalah belajar untuk menuntut ilmu baik itu disekolah maupun lingkungan masyarakat, fase ini berjalan dari umur 5 (lima) tahun dan selambat-lambatnya umur 8 (delapan) tahun karena pada saat itu kemampuan otak seseorang sedang tajam-tajamnya sedangkan ahir dari fase ini adalah 20 (dua puluh) tahun dan dilanjutkan pada tahap kehidupan yang berikutnya. Tujuan yang ingin dicapai pada masa brahmacari adalah tercapainya Dharma dan Artha. Karena seseorang belajar menuntut ilmu adalah untuk memahami dharma dan dapat mencari nafkah di masa depan. Dharma merupakan dasar dan bekal mengarungi kehidupan berikutnya.
2.      Pada masa Grhastha, tujuan hidup / utama manusia adalah mendapatkan Artha dan kama yang dilandasi oleh dharma. Mencari harta benda untuk memenuhi kebutuhan hidup (kama) yang berdasarkan kebenaran (Dharma). Jika memperoleh artha dengan cara mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini (adharma) tidak akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari. Kesengsaraan itu bermacam-macam berbentuk "skala" dan "niskala" Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang tertangkap akhirnya masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman duniawi, tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima hukuman Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena merasa berdosa. Seorang Grhastha memiliki kewajiban-kewajiban : bekerja mencari harta berdasarkan dharma, menjadi pemimpin rumah tangga, menjadi anggota masyarakat yang baik dan melaksanakan yadnya, yang semuanya itu memerlukan biaya.

3.      Pada masa Wanaprastha orang akan mulai sedikit demi sedikit melepaskan diri dari ikatan keduniawian (Artha dan Kama hendaknya mulai dikurangi), berkonsentrasi dalam bidang spiritual, mencari ketenangan batin dan lebih mendekatkan diri kepada tuhan untuk mencapai Moksa. Tujuan hidup pada masa ini adalah persiapan mental dan fisik untuk dapat menyatu dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi). Pada masa ini tujuan hidup yang diprioritaskan adalah Kama dan Moksa.

4.      Pada masa Bhiksuka/sanyasin, manusia adalah pada situasi dimana benar-benar mampu melepaskan diri dari ikatan duniawi dan kehidupannya sepenuhnya diabdikan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan jalan menyebarkan ajaran agama. Pada masa ini orang tidak merasa memiliki apa-apa dan tidak terikat sama sekali oleh materi dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada masa ini, yang menjadi tujuan utama adalah Moksa.








BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ajaran catur asrama dan catur purusartha sangat berkaitan dan sangat baik jika digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan di masa kehidupan ini. Ajaran catur asrama yakni brahmacari, grahasta, wanaprastha, dan bhiksuka atau sanyasin merupakan fase kehidupan dan catur purusartha yakni dharma, artha, kama, dan moksa merupakan tujuan dari kehidupan ini. Pada masa brahmacari sesorang menuntut ilmu kebajikan guna memperoleh pekerjaan (dharma, dan artha), pada masa grahasta atau berumah tangga sesorang akan mencari kekayaan untuk memenuhi keinginanya (kama) yang berlandaskan kebenaran atau dengan cara-cara yang baik (dharma).  Pada masa wanaprastha seseorang mulai sedikit demi sedikit mengurangi keinginan atau hawa nafsu (kama) dan mulai mencari ketenangan guna mencapai kelepasan (moksa). Pada masa bhiksuka atau sanyasin seseorang telah dapat mencapai kelepasan (moksa) dan tidak lagi terikat dengan hal-hal yang bersifat keduniawian.

3.2 SARAN

Saran-saran yang dapat dipetik dari urain diatas hendaknya ajaran catur asrama dan catur purusartha harus diperthankan dan terus diajarkan kepada generasi muda agar tidak hilan dikemudian hari. Seseorang yang masih menuntut ilmu hendaknya tidak melakukan hubungan seksual karena akan dapat mempengaruhi dari pada ketajaman pikiran. Pelajaran mengenai ajaran ini tidak hanya diberikan oleh sekolah akan tetapi diperlukan peran dari pada orang tuga sebagi tempat seorang anak mulai belajar dari awal. Segala kegiatan yang dilakukan semasa hidup ini hendaknya berlandaskan kebenaran atau dharma karena jika berlandaskan adharma maka hasil yang akan diperoleh akan cepat habis dan akan mengganggu ketenangan batin seseorang yang berbuat jahat atau adharma dalam mencapai tujuanya. Berjalanlah selalu dalam ajaran dharma meskipun itu sulit tapi itu lebih menenangkan dan tidak akan ada perasaan bersalah atau berdosa.  

sumber: http://odeantar4.blogspot.com/


No comments:

Post a Comment