BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagai seorang manusia yang hidup dan menjalani kehidupan
di dunia ini kita dituntut melakukan sesuatu sesuai dengan peradaban di masa
kita hidup. Dari kecil kita di tuntut untuk belajar, entah itu belajar
berjalan, berbicara dan lain sebagainya yang diajarkan oleh kedua orang tua
kita. Kita dari kecil sudah belajar baik itu belajar dirumah maupun di masyarakat
lingkungan kita tinggal dan di sekolah. Dalam ajaran agama hindu baik itu dalam
kesusastraan hindu maupun kitab veda hal-hal semacam ini sudah diatur dengan
sangat jelas dalam ajaran catur asrama dan juga catur purusartha dimana setiap
tingkatan-tingkatan kehidupan dari kecil hingga menjelang kematian sudah ada
kewajiban-kewajiban yang harus kita perbuat.
1.2 Rumusan Masalah
Sebagai seseorang yang hidup di era modern ini mau tidak mau
tentu kita dituntut untuk mengikuti perkembangannya. Dewasa ini banyak sekali
orang yang tidak lagi menuruti aturan-aturan agama seperti seorang yang masih
berstatus sebagai siswa atau siswi sudah terbiasa melakukan hubungan suami
istri padahal mereka belum menikan yang seharusnya pada masa itu mereka sedang
giat-giatnya menuntut ilmu pengetahuan dan belum saatnya melakukan hal-hal yang
dilakukan oleh orang yang sudah menikah. Dan banyak pula orang yang memberi
makan anak dan istrinya dari hasil kejahatan seperti mencuri, merapok dan
korupsi. Agama hindu telah mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya kita
menjalani kehidupan ini melalui ajaran-ajaranya, dan ajaran yang paling banyak
membahas tentang hal-hal ini adalah ajaran catur asrama dan catur purusartha.
Dimana kedua ajaran ini sangat berkaitan dan perlu menjadi pedoman bagi kita
sekalian.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengingatkan
kepada para generasi muda hindu untuk kembali kepada ajaran agama hindu dalam
setiap kita melakukan sesuatu, apakah itu dibolehkan atau tidak agar
terciptanya ketertiban dalam masyarakat. Pada generasi muda terutama yang masih
berstatus siswa atu siswi hendaknya jangan melakukan hubungan suami istri
karena hubungan suami istri hanya boleh dilakukan jika seseorang sudah siap
baik itu secara umur, materi dan mental dari orang tersebut. Dimana kita semua
tau bahwa seseorang yang masih menuntut ilmu dan umur masih muda mereka belum
bekerja dan belum siap umur untuk menikah. Bila menikah sebelum bekerja dan
belum siap memberikan penghidupan anak dan istrinya maka dia akan berfikir
sempit dan mlakukan kejahatan untuk memberi penghidupan anak dan istrinya.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari pada penulisan makalah ini untuk
melakukan ajaran dari catur asrama dan catur purusartha agar tercapainya
kehidupan yang harmonis di dunia ini. Bagaimana harusnya prilaku orang yang
masih menuntut ilmu (brahmacari), prilaku orang yang sudah berumah tangga
(grhastha), prilaku orang yang sudah mulai meninggalkan kesenangan duniawi
(wanaprastha), dan prilaku orang yang telah meninggalkan ikatan duniawi
(bhiksuka atau sanyasin) dimana semua hal tersebut sudah sangat jelas diatur.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Catur Asrama dan Bagian-bagiannya
Dilihat dari asal katanya catur asrama terdiri dari kata
catur yang berarti empat ( 4 ) dan asrama yang berarti jenjang kehidupan,
tempat/lapangan. Jadi catur asrama artinya empat jenjang yang dilalui dalam
kehidupan yang berdasarkan tuntunan rohani. Ada juga yang mengatakan Catur Asrama berarti empat fase/tahapan hidup atau empat macam
tingkatan hidup dalam hubungannya mencapai tujuan agama berlandaskan petunjuk
agama.
Pembagian catur asrama
dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu:
1. Brahmacari
Brahmacari
berasal dari 2 kata , brahma dan cari . Brahma artinya ilmu pengetahuan suci
dan Cari ( car ) yang artinya bergerak. Jadi brahmacari artinya bergerak di
dalam kehidupan menuntut ilmu pengetahuan (masa menuntut ilmu pengetahuan).
Dalam kitab Nitisastra II, 1 masa menuntut ilmu pengetahuan adalah maksimal 20
tahun, dan seterusnya hendanya kawin untuk mempertahankan keturunan dan
generasi berikutnya. Dalam kitab Manawa Dharmasastra disebutkan
bahwa umur untuk mulai belajar adalah semasa anak-anak, yaitu umur 5 tahun dan
selambat-lambatnya umur 8 tahun. Brahmacari juga dikenal dengan istilah ” Asewaka guru /
aguron-guron ” yang artinya guru membimbing siswanya dengan petunjuk kerohanian
untuk memupuk ketajaman otak yang disebut dengan ” Oya sakti ” . Dalam masa
brahmacari ini siswa dilarang mengumbar hawa nafsu sex ,karena akan
mempengaruhi ketajaman otak. Untuk masa menuntut ilmu, tidak ada batasnya umur,
mengingat ilmu terus berkembang mengikuti waktu dan zaman . Maka pendidikan
dilakukan seumur hidup.
2. Grahasta
Merupakan jenjang yang kedua yaitu kehidupan pada waktu
membina rumah tangga ( dari mulai kawin ). Kata grahasta berasal dari dua kata.
Grha artinya rumah, stha artinya berdiri. Jadi grahasta artinya berdiri
membentuk rumah tangga. Dalam berumah tangga ini harus mampu seiring dan
sejalan untuk membina hubungan atas darar saling cinta mencintai dan ketulusan.
syarat-syarat perkawinan adalah:
- sehat jarmani dan rohani
- hidup sudah mapan
- saling cinta mencintai
- mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.
- hidup sudah mapan
- saling cinta mencintai
- mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.
Tujuan dari pada grahasta adalah:
- melanjutkan keturunan
- membina rumah tangga
- membina rumah tangga
- melaksanakan panca yadnya ( sebagai seorang hindu )
3. Wanaprasta
Wanaprasta terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya
pohon, kayu, hutan, semak belukar dan ” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa.
Jadi wanaprasta artinya hidup menghasingkan diri ke dalam hutan. Mulai
mengurangi hawa nafsu bahkan melepaskan diri dari ikatan duniawi. Pada masa ini
seseorang yang telah menginjak masa wanaprasta cenderung mengasingkan diri ke
hutan pada masa lampau guna mencari ketenangan dan belajar bagaimana menjadi
seorang sanyasin tau petapa dan secara perlahan tidak mengingat kembali akan
ikatan keduniawian atau hal-hal yang berhubungan dengan dunia material.
4. Bhiksuka (sanyasin)
Kata biksuka berasal dari kata biksu yang merupakan sebutan
pendeta Buda. Biksu artinya meminta-minta. Masa biksuka adalah masa dimana
sesorang sudah benar-benar terlepas dari ikatan alam material ini dan pada fase
ini sudah benar-benar tidak memikirkan hawa nafsu dan hanya berbuat dharma dan
terus senantiasa hanya mengabdikan diri kepada Brahman atau Tuhan Yang maha Esa
( Ida Sang Hyang Widhi Wasa ) untuk mencapai pembebasan dari penderitaan alam
material ini.
2.2
Pengertian Catur Purusartha
Catur artinya empat, purusa artinya jiwa manusia, dan artha artinya
tujuan hidup. Jadi, Catur Purusa Artha artinya empat tujuan hidup manusia.
Catur Purusa artha ini juga disebut Catur Warga yang artinya empat tujuan hidup
manusia yang terjalin erat dengan yang lainnya. Ada pila yang menyatakan Catur Purusartha adalah empat
kekuatan atau dasar kehidupan menuju kebahagiaan, yaitu Dharma, Arta, Kama, dan Moksa. Urut-urutan
ini merupakan tahapan-tahapan yang tidak boleh ditukar-balik karena mengandung
keyakinan bahwa tiada arta yang diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama
diperoleh tanpa melalui arta, dan tiada moksa yang bisa dicapai tanpa melalui
dharma, arta, dan kama. Catur Purusa Artha terdiri dari :
1.
Dharma
Dharma, berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata Dhr artinya: menjinjing, memangku, memelihara dan mengatur. Dalam arti luas dharma juga berarti hukum, kodrat, kewajiban, agama, kebenaran. Dharma merupakan dasar dari segala tingkah laku manusia.
Dharma, berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata Dhr artinya: menjinjing, memangku, memelihara dan mengatur. Dalam arti luas dharma juga berarti hukum, kodrat, kewajiban, agama, kebenaran. Dharma merupakan dasar dari segala tingkah laku manusia.
Dalam kitab suci disebutkan manfaat Dharma :
a) alat untuk mencapai surga dan Moksa
a) alat untuk mencapai surga dan Moksa
b) menghilangkan segala macam penderitaan
c) sumber datangnya kebaikan bagi yang melaksanakannya
d) melebur dosa-dosa
e) harta kekayaan yang tidak bisa dicuri dan dirampas
f) landasan untuk mendapatkan Artha dan Kama.
2.
Artha
Artha artinya
tujuan, harta benda (kekayaan). Harta yang didapat dan digunakan sesuai dengan
Dharma akan menimbulkan kebahagiaan. Artha juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang bernilai
materiil yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia secara
phisik. Arta dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Arta yang
diperoleh secara langsung misalnya seseorang yang swadharmanya sebagai petani
pemelihara lembu maka ia akan menikmati susu lembu itu. Arta yang diperoleh
secara tidak langsung misalnya seorang Ayah yang tekun mendidik anaknya sejak
kecil dengan baik sehingga dikemudian hari anaknya menjadi tokoh yang kaya dan
terhormat, maka anaknya dapat merawat khidupan ayahnya dimasa tua dengan baik
dan berkecukupan. Arta yang cukup dapat digunakan untuk memenuhi Kama.
Artha atau
kekayaan itu hendaknya dibagi tiga:
a) Untuk
mencapai Dharma (melaksanakan kegiatan keagamaan)
b) Sarana
untuk memenuhi Kama (memenuhi keperluan hidup)
c) Sarana
melakukan usaha / bisnis (usaha dan tabungan).
3.
Kama
Kama artinya keinginan, kasih sayang, cinta kasih,
kesenangan dan kenikmatan. Keinginan dapat memberi kenikmatan dan tujuan hidup.
Kenikmatan ini akan memberikan kepuasan. Kama adalah suatu kebahagiaan dan
kenikmatan yang didapat melalui indria. Kama juga dapat diartikan kebutuhan hidup
berupa pangan, sandang, perumahan, sosial, spiritual, kesehatan, dan
pendidikan. Makin banyak arta yang diperoleh maka manusia makin leluasa
memenuhi kama. Apabila dharma, arta dan kama sudah dicukupi dengan baik maka
tercapailah kehidupan yang bahagia lahir dan bathin. Jika ajaran catur
purusartha dibalik maka manusia akan menempuh segala cara untuk memperoleh
arta, artinya tidak lagi berdasarkan ajaran Agama. Misalnya memperoleh ara
dengan cara mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan
cara ini (adharma) tidak akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian
hari. Dalam kitab Sarasamuccaya dijelaskan:
Nihan yang tan ulahakena, syamatimati
mangahalahal, si paradara, nahan tang telu tan ulahakena ring asing ring
parihasa, ring apatkala, ri pangipyan tuwi singgahana jugeka.
(Sarasamuccaya 76)
Terjemahannya
:
Inilah yang tidak patut dilakukan : membunuh,
mencuri, berbuat zina; ketiganya itu jangan hendaknya dilakukan terhadap
siapapun, baik secara berolok-olok, senda gurau, baik dalam keadaan dirundung
malang, keadaan darurat dalah khayalan sekalipun, hendaknya dihindari saja
ketiganya itu.
Kesengsaraan
itu bermacam-macam berbentuk "skala" dan "niskala" Yang berbentuk
skala misalnya seorang perampok yang tertangkap akhirnya masuk penjara.
Kesengsaraan niskala, misalnya seorang koruptor karena kepandaiannya berkomplot
dan berkuasa, mungkin saja ia terhindar dari hukuman duniawi, tetapi kelak
roh-nya akan mengalami penderitaan karena menerima hukuman Tuhan (Hyang Widhi),
atau paling tidak bathinnya tidak tenang, karena merasa berdosa.
4. Moksa
Kata Moksa
berasal dari bahasa Sanskerta, dari urat (akar) kata Muc, yang
berarti: membebaskan, memerdekakan, melepaskan, mengeluarkan. Dari akar
kata Muc, ini. menjadi Mukta (Mukti), Moksa. Moksa
juga dapat diartikan bebas dari ikatan keduniawian, bebas dari hukum karma
phala, bebas dari samsara/ kelahiran. Moksa adalah ketenangan dan kebahagiaan
spiritual yang abadi (suka tan pawali dukha). Setiap orang wajib berusaha untuk
mencapainya. Salah satu jalan untuk mencapai tujuan adalah dengan Catur Marga.
2.3 Hubungan Catur asrama dengan catur purusartha
Dalam implementasinya, Catur Asrama
adalah empat jenjang kehidupan manusia yang dipolakan untuk
mencapai empat tujuan hidup manusia yang disebut Catur Purusa Artha.
Masing-masing fase didalam Catur Asrama mempunyai tujuan hidup yang
berbeda-beda menurut Catur Purusa Artha. Ada pula yang menyatakan bahwa Catur
Asrama dengan Catur Purusartha merupakan dua disiplin hidup yang diajarkan
dalam agama Hindu. Catur asrama adalah fase kehidupan dan catur purusartha
adalah tujuannya. Dharma adalah yang melandasinya. Hubungan bagian-bagian Catur
Asrama dengan bagian-bagian Catur Purusa Artha adalah sebagai berikut :
1.
Pada masa
Brahmacari tujuan utamanya adalah belajar untuk menuntut ilmu baik itu
disekolah maupun lingkungan masyarakat, fase ini berjalan dari umur 5 (lima)
tahun dan selambat-lambatnya umur 8 (delapan) tahun karena pada saat itu
kemampuan otak seseorang sedang tajam-tajamnya sedangkan ahir dari fase ini
adalah 20 (dua puluh) tahun dan dilanjutkan pada tahap kehidupan yang
berikutnya. Tujuan yang ingin dicapai pada masa brahmacari adalah tercapainya Dharma dan Artha. Karena seseorang belajar menuntut ilmu
adalah untuk memahami dharma dan dapat mencari nafkah di masa depan. Dharma
merupakan dasar dan bekal mengarungi kehidupan berikutnya.
2.
Pada masa
Grhastha, tujuan hidup / utama manusia adalah mendapatkan Artha dan kama yang
dilandasi oleh dharma. Mencari harta benda untuk memenuhi kebutuhan hidup (kama) yang berdasarkan kebenaran (Dharma). Jika memperoleh artha dengan cara
mencuri, menipu, merampok, korupsi, dll. Arta yang diperoleh dengan cara ini
(adharma) tidak akan kekal dan akan menyengsarakan hidup dikemudian hari.
Kesengsaraan itu bermacam-macam berbentuk "skala" dan
"niskala" Yang berbentuk skala misalnya seorang perampok yang
tertangkap akhirnya masuk penjara. Kesengsaraan niskala, misalnya seorang
koruptor karena kepandaiannya berkomplot dan berkuasa, mungkin saja ia
terhindar dari hukuman duniawi, tetapi kelak roh-nya akan mengalami penderitaan
karena menerima hukuman Tuhan (Hyang Widhi), atau paling tidak bathinnya tidak
tenang, karena merasa berdosa. Seorang Grhastha memiliki kewajiban-kewajiban :
bekerja mencari harta berdasarkan dharma, menjadi pemimpin rumah tangga,
menjadi anggota masyarakat yang baik dan melaksanakan yadnya, yang semuanya itu
memerlukan biaya.
3. Pada masa Wanaprastha
orang akan mulai sedikit demi sedikit melepaskan diri dari ikatan keduniawian
(Artha dan Kama hendaknya mulai dikurangi), berkonsentrasi dalam bidang
spiritual, mencari ketenangan batin dan lebih mendekatkan diri kepada tuhan
untuk mencapai Moksa. Tujuan hidup pada masa ini adalah persiapan mental dan
fisik untuk dapat menyatu dengan Tuhan (Sang Hyang Widhi). Pada masa ini tujuan
hidup yang diprioritaskan adalah Kama dan Moksa.
4. Pada masa
Bhiksuka/sanyasin, manusia adalah pada situasi dimana benar-benar mampu
melepaskan diri dari ikatan duniawi dan kehidupannya sepenuhnya diabdikan
kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan jalan menyebarkan ajaran agama. Pada
masa ini orang tidak merasa memiliki apa-apa dan tidak terikat sama sekali oleh
materi dan selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan. Pada masa ini, yang
menjadi tujuan utama adalah Moksa.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa ajaran catur asrama dan catur purusartha sangat
berkaitan dan sangat baik jika digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan
kegiatan di masa kehidupan ini. Ajaran catur asrama yakni brahmacari, grahasta,
wanaprastha, dan bhiksuka atau sanyasin merupakan fase kehidupan dan catur
purusartha yakni dharma, artha, kama, dan moksa merupakan tujuan dari kehidupan
ini. Pada masa brahmacari sesorang menuntut ilmu kebajikan guna memperoleh
pekerjaan (dharma, dan artha), pada masa grahasta atau berumah tangga sesorang
akan mencari kekayaan untuk memenuhi keinginanya (kama) yang berlandaskan
kebenaran atau dengan cara-cara yang baik (dharma). Pada masa wanaprastha
seseorang mulai sedikit demi sedikit mengurangi keinginan atau hawa nafsu (kama)
dan mulai mencari ketenangan guna mencapai kelepasan (moksa). Pada masa
bhiksuka atau sanyasin seseorang telah dapat mencapai kelepasan (moksa) dan
tidak lagi terikat dengan hal-hal yang bersifat keduniawian.
3.2 SARAN
Saran-saran
yang dapat dipetik dari urain diatas hendaknya ajaran catur asrama dan catur
purusartha harus diperthankan dan terus diajarkan kepada generasi muda agar
tidak hilan dikemudian hari. Seseorang yang masih menuntut ilmu hendaknya tidak
melakukan hubungan seksual karena akan dapat mempengaruhi dari pada ketajaman
pikiran. Pelajaran mengenai ajaran ini tidak hanya diberikan oleh sekolah akan
tetapi diperlukan peran dari pada orang tuga sebagi tempat seorang anak mulai
belajar dari awal. Segala kegiatan yang dilakukan semasa hidup ini hendaknya
berlandaskan kebenaran atau dharma karena jika berlandaskan adharma maka hasil
yang akan diperoleh akan cepat habis dan akan mengganggu ketenangan batin
seseorang yang berbuat jahat atau adharma dalam mencapai tujuanya. Berjalanlah
selalu dalam ajaran dharma meskipun itu sulit tapi itu lebih menenangkan dan
tidak akan ada perasaan bersalah atau berdosa.
sumber: http://odeantar4.blogspot.com/
0 comments:
Post a Comment