Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan-Nya makalah pelajaran Agama Hindu kelas X ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun berdasarkan Buku Agama Hindu Widya Dharma. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk mambantu para siswa-siswi mengikuti pembelajaran. Karena materi yang terkandung dalam makalah ini lengkap dan ringkas karena berdasarkan dari buku paket. Selain kelengkapan isi juga dilengkapi dengan gambar-gambar ilustrasi yang membuat para siswa menjadi tertarik untuk membaca. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman dan guru yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Akhirnya kami menyadari bahwa tiada gading yang tidak retak. Demikian juga halnya dengan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi teman-teman semua dalam memahami pelajaran Agama Hindu, dan membantu dalam proses belajar.
Jakarta, 20 Januari 2014
Hormat Kami,
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Agama Hindu memiliki kerangka dasa yang dapat dipergunakan
oleh umat sebagai landasan untuk memahami, mendalami, dan menagamalkan
ajaran-ajarannya dalam kehidupan sehari -hari. Kerangka dasar tersebut terdiri
dari tiga unsur yaitu Tattwa/filsafat, susila/etika, dan upacara/Ritual.
Ketiga unsur kerangka dasar itu merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak
terpisahkan. Untuk dapat memahami, mendalami, dan mengamalkan ajaran
Agama Hindu secara utuh dalam kehidupan sehari-hari maka setiap umat Hindu
memiliki kewajiban menjadikan kerangka dasar sebagai pedoman. Dengan demikian,
mereka dapat mewujutkan hidup dan kehidupan ini menjadi sejahtera dan bahagia.
Untuk kali ini kami disini akan membahas mengenai susila/etika. Ethika
merupakan ajaran perilaku atau perbuatan yang bersifat sistematis tentang
perilaku (karma). Menurut kitab suci manusia hendaknya selalu mengupayakan
perilaku yang baik dengan sesamanya. Memerlakukan orang lain dengan baik
sesungguhnya adalah sama dengan memperlakukan diri sendiri (Tattwamasi).
Perilaku seperti itu selamanya patut diupayakan dan dilestarikandalam setiap
tindakan kita sebagai manusia. Setiap individu hendaknya selalu berfikir dan
bersikap profesional menurut guna dan karma. Inilah cermi dari sosok orang yang
telah mengamalkan ajaran CaturWarna. Nah dari inilah sekarang kita akan mulai
membahas mengenai beberapa hal mengenai Susila.
BAB II
PEMBAHASAN
A. CATUR WARNA
1.
Pengertian
Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sansekerta dari akar kata Vr.yang berarti
pilihan. Catur Warna berarti empat pilihan bagi setiap orang terhadap profesi
yang cocok untuk pribadinya masing – masing. Catur Warna memiliki manfaat
sangat strategis dalam upaya meningkatkan professional umat Hindu. Kata “ Catur
Warna”dalam ajaran Agama Hindu berasal dari bahasa Sansekerta,dari kata “Catur
dan Warna”. Catur berarti empat dan Warna berarti tutup,penutup,warna,bagian
luar, jenis, watak, bentuk, kasta. Catur Warna berarti empat pengelompokkan
masyarakat dalam tata kemasyarakatan agama Hindu yang ditentukan berdasarkan
profesinya. Pemahaman tentang “Catur Warna” dapat dirumuskan berdasarkan
sastra drstha. Yang dimaksud pemahaman “Catur Warna” berdasarkan sastra
drstha adalah pemahaman yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian tentang
Catur Warna menurut rumusan kitab suci Demikianlah kitab suci
menyebutkan bahwa konsepsi tentang “Catur Warna” diciptakan oleh Sang
Hyang Paramakawi.
2.
Bagian – bagian Catur Warna
1.
Brahmana
Warna adalah individu atau golongan masyarakat yang berkecimpung dalam bidang
kerohanian.
2.
Kesatrya
Warna ialah individu atau golongan masyarakat yang memiliki keahlian dibidang
memimpin bangsa dan Negara.
3.
Wesya
Warna adalah atau golongan masyarakat yang memiliki keahlian dibidang pertanian
dan perdagangan.
4.
Sudra Warna ialah atau golongan masyarakat yang memiliki
keahlian dibidang pelayanan atau membantu.
B.
CATUR ASRAMA
Dilihat dari asal katanya Catur Asrama terdiri dari kata
Catur yang berarti empat ( 4 ) dan Asrama yang berarti jenjang kehidupan,
tempat / lapangan. Jadi catur asrama artinya empat jenjang yang dilalui dalam
kehidupan yang berdasarkan tuntunan rohani.
Berikut adalah membagian Catur Asrama :
Berikut adalah membagian Catur Asrama :
1.
Brahmacari
Brahmacari berasal dari 2 kata , brahma dan cari . Brahma
artinya ilmu pengetahuan suci dan Cari ( car ) yang artinya bergerak. Jadi
Brahmacari artinya bergerak di dalam kehidupan menuntut ilmu pengetahuan ( masa
menuntut ilmu pengetahuan ).Dalam kitab Nitisastra II, 1 masa menuntut ilmu
pengetahuan adalah maksimal 20 tahun, dan seterusnya hendaknya kawin untuk
mempertahankan keturunan dan generasi berikutnya. Brahmacari juga dikenal
dengan istilah ” Asewaka guru / aguron-guron ” yang artinya guru membimbing
siswanya dengan petunjuk kerohanian untuk memupuk ketajaman otak yang disebut
dengan ” Oya sakti ” . Dalam masa brahmacari ini siswa dilarang mengumbar hawa
nafsu sex ,karena akan mempengaruhi ketajaman otak. Untuk masa menuntut ilmu,
tidak ada batasnya umur, mengingat ilmu terus berkembang mengikuti waktu dan
zaman . Maka pendidikan dilakukan seumur hidup. Dalam kitab Silakrama ,
pendidikan seumur hidup dapat dibedakan menurut perilaku seksual dengan masa
brahmacari. Dengan brahmacari dapat dibedakan menjadi 3 bagian, antara lain :
a.
Sukla
brahmacari artinya tidak kawin selama hidupnya . Contoh orang yang melaksanakan
sukla brahmacari . Laksmana dalam cerita ramayana, bhisma dalam mahabarata,
jarat karu dalam cerita adi parwa.
b.
Sewala brahmacari artinya kawin hanya rekali
dalam hidupnya walau apapun yang terjadi..
c.
Tresna
( kresna brahmacari ) artinya kawin yang lebih dari satu kali , maksimal empat
kali. Perkawinan ini diperbolehkan apabila – istri tidak melahirkan/ istri
tidak bisa melaksanakan tugas sebagai mana mestinya. adapun syarat tresna
brahmacari adalah :
-
mendapat persetujuan dari istri pertama
- suami harus bersikap adil terhadap irtri-istrinya
- sebagai ayah harus adil terhadap anak dari istri-istrinya.
- suami harus bersikap adil terhadap irtri-istrinya
- sebagai ayah harus adil terhadap anak dari istri-istrinya.
2. Grahasta asrama
Merupakan jenjang yang kedua yaitu kehidupan pada waktu
membina rumah tangga ( dari mulai kawin ). Kata Grahasta berasal dari dua kata.
Grha artinya rumah, Stha artinya berdiri. Jadi grahasta artinya berdiri
membentuk rumah tangga. Dalam berumah tangga ini harus mampu seiring dan
sejalan untuk membina hubungan atas darar saling cinta mencintai dan ketulusan.
Syarat-syarat perkawinan adalah :
-sehat
jarmani dan rohani
-hidup sudah mapan
-saling cinta mencintai
- mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.
-hidup sudah mapan
-saling cinta mencintai
- mendapat persetujuan dari kedua pihak baik keluarga dan orang tua.
Sejak
itu jenjang kehidupan baru masuk ke dalam anggota keluarga / anggota
masyarakat. Menurut kitab Nitisastra. Masa grahasta yaitu 20 tahun.
Adapun tujuan grahasta adalah :
-
melanjutkan
keturunan
- membina rumah tangga ( saling tolong menolong, sifat remaja dihilangkan, jangan bertengkar apalagi di depan anak-anak karena akan mempengaruhi perkembangan psikologis anak )
- melaksanakan panca yadnya ( sebagai seorang hindu )
- membina rumah tangga ( saling tolong menolong, sifat remaja dihilangkan, jangan bertengkar apalagi di depan anak-anak karena akan mempengaruhi perkembangan psikologis anak )
- melaksanakan panca yadnya ( sebagai seorang hindu )
3. Wanaprasta
Wanaprasta
terdiri dari dua kata yaitu ” wana ” yang artinya pohon, kayu, hutan, semak
belukar dan ” prasta ” yang artinya berjalan, berdoa. Jadi wanaprasta artinya
hidup menghasingkan diri ke dalam hutan. Mulai mengurangi hawa nafsu bahkan
melepaskan diri dari ikatan duniawi.
Manfaat menjalani jenjang wanaprasta dalam kehidupan ini
antara lain :
a. Untuk mencapai ketenangan rohani.
adapun filsafat tentang itu :
-
orang menang, tidak pernah mengalahkan
- orang yang kaya karena tidak pernah merasa miskin
- orang yang kaya karena tidak pernah merasa miskin
b. Manfaatkan sisi hidup di dunia untuk mengabdi kepada
masyarakat.
c. Melepaskan segala keterikatan duniawi
Menurut kitab Nitisastra masa wanaprasta kurang lebih 50 –
60 tahun.
4. Biksuka ( Sanyasin )
Kata
Biksuka berasal dari kata Biksu yang merupakan sebutan pendeta Buda. Biksu
artinya meminta-minta. Masa biksuka ialah tingkat kehidupan yang dilepaskan
terutama ikatan duniawi, hanya mengabdikan diri kepada Tuhan ( Ida Sang Hyang
Widhi Wasa ).
Ciri-ciri seorang biksuka :
a. Selalu melakukan tingkah laku yang baik dan bijaksana
b. Selalu memancarkan sifat-sifat yang menyebabkan orang
lain bahagia.
c. Dapat menundukkan musuh-musuh nya seperti Sadripu
- kama = nafsu
- loba = tamak / rakus
- kroda = marah
- moha = bingung
- mada = mabuk
- matsyarya = iri hati
C.
CATUR PURUSA ARTHA
Catur Purusa Artha adalah empat
tujuan hidup manusia
Bagian Catur Purusa Artha ialah :
Bagian Catur Purusa Artha ialah :
a. Darma berasal dari kata “dhr” yang
berarti menjinjing, memelihara, memangku atau mengatur. Jadi Darma adalah
segela sesuatu yang mengatur atau memelihara dunia beserta isinya. Didalam
beberapa sloka juga disebutkan Dharma adalah kebenaran yang abadi (agama) /
sebagai hukum guna mengatur dari segala perbuatan manusia berdasarkan pada
pengabdian keagamaan.
Disamping itu juga Dharma juga
merupakan suatu tugas sosial dimasyarakat yang berpedoman pada Catur Dharma
- Dharma
Kriya adalah mencari kedamaian dan kebahagiaan untuk keluarga dan masyarakat
umum.
- Dharma
Santosa adalah mencari kedamaian lahir batin didalam diri sendiri
- Dharma
Jati adalah menjamin kesejahteraan kan kepentingan umun dibanding diri
sendiri(golongan).
-
Dharma putus adalah melakukan
kewajiban dengan penuh keiklasan berkorban serta bertanggung jawab demi
terwujudnya keadilan sosial.
b. Artha , kata artha berarti kekayaan
atau harta benda yang dapat dirasakan, dimiliki, dan dinikmati. Fungsi artha
biasanya adalah untuk beryadnya dan sosial
c. Kama berarti nafsu atau keinginan
yang dapat memberikan kepuasan atau kesejahteraan hidup.
d. Moksa berati ketenangan dan
kebahagiaan spiritual yang kekal abadi (suka tan pewali duka). Dan merupakan
tujuan dari agama hindu.
Jika atman dan brahman bersatu maka berakhirlah proses /
lingkaran punarbawa atau samsara bagi atman.
D.
HUBUNGAN DARI CATUR WARNA DAN CATUR
ASRAMA.
Warna seseorang dikelompokkan berdasarkan pembawaan sifat
dan fungsinya. Pembagian menjadi empat adalah berdasarkan kewajiban. Orang
orang dapat mengabdi sebesar mungkin menurut pembawaannya. Dalam beberapa
sloka bhagawan gita itu menyatakan bahwa catur warna sebagai sistem tata
kemasyarakatan dalam agama hindu yang diklasifikasikan berdasarkan guna (bakat
dan sifat) dan karna (perbuatan dan pekerjaan).
Sedangkan pengertian catur warna menurut loka drasta adalah
pandangan – pandangan masyarakat yang telah dituangkan dalam beberapa
liberature yang menguraikan ajaran – ajaran agama hindu. Pemahaman catur warna
dalam kitab – kitab sejarah sering dicampur adukkan dengan pengertian catur
kasta . Kasta adalah suatu tingkatan hidup kemasyarakatan berdasarkan darah
kebangsaan. Jadi pengertian kasta dalam kitab – kitab sejarah tidaklah sama
dengan pengertian catur warna.
Catur warna diberikan pengertian dan kedudukan yang berbeda
oleh golongan tertentu dengan mencaba lebih menonjolkan sistem kastanya.
Beberapa orang juga dalam buku dan pengertian – pengertian mereka memnyatakan
bahwa catur warna adalah perbedaan yang didasarkan oleh kasta atau kelahirannya
.
Dalam kitab upadesa yg disusun oleh parisada hidu darma
pusat merumuskan “catur warna” sebagai empat sifat dan bakat kelahirannya dalam
mengabdi pada masyarakat berdasarkan kecintaan yang menimbulkan gairah kerja.
Jadi catur warna adalah empat golongan dalam masyarakat hindu yaitu : bramana ,
ksatrya, waisya dan sudra. Dengan kata lain Catur warna adalah penggolongan
masyarakat memjadi empat berdasarkan tugas dan aktifitasnya dalam masyarakat
dan hal ini tidaklah bersifat turun temurun , setiap orang dapat saja menduduki
jabatan atau kedudukan asalkan memiliki kemampuan, keahlian ,keadaan dan
kondisinya mengizinkan untuk itu.jadi tergantung pula pada karmanya.
Banyak dari beberapa pandangan yang salah itu menjelaskan
jika kedudukan sudra berada paling bawah dan merupakan pekerja kasar ,
sedangkan dalam kitab manawa dharmasarstra dan sarasmuccaya tidak mengecilkan
kedudukan sudra . hanya menyebutkan bahwa eka jadi saja , itu tidak berarti
memiliki status sosila yang lebih rendah dengan warna warna lainnya .
Selanjutnya pendapat yang secara tegas berorientasi pada
ajaran agama hindu menyebutkan bahwa :
Atas dasar susila umat hindu mengenal penggolongan –
penggolongan dalam masyarakat yang berdasarkan atas bakat dan keahlian
dinamakan catur warna. Jadi masyarakat hindu sendiri tidak terorientasi pada
kasta nyatanya masyarakat hindu kini telah kulai memisahkan masalah kasta
sebagai suatu problem sosial dengan warna sebagai suatu ajaran agama hindu
untuk menata masyarakat guna menuju masyarakat yang damai dan dinamis.
Dalam suatu lintasan hidup diharapkan manusia mempunyai
tatanan hidup melalui empat tahap program itu jadi untuk memudahkan
menuju tujuan hidup maka agama hindu mengajarkan dan merencanakan empat jenjang
tatanan kehidupan ini. Masing masing jenjang itu memiliki warna tersendiri ,
dan semua jenjang itu mesti dilewati hingga akhir hayat dikandung badan. Stelah
itu diharapkan atma menjadi satu dengan sumbernya yaitu parama atma
Hubungan antara warna satu denga warna lain adalah bersifat
tersturktur , artinya setelah orang matang menjadi brahmana “ahli dalam ilmu
pengetahuan “ maka jadilah beliau ksatrya yang akan memimpin bangsa dan
negara , guna mewujudkan kesuburan dan kesejahteraan masyarakatnya “wesya” dan
merasa terpanggil dengan kewajiban membantu “sudra” umat memberikan pencerahan
dengan berbagau macam ajaran “ahli weda , memimpin , mengolah perekonamian dan
pertanian” guna mewujudkan Jgadhita dan Moksa.
Demikian juga dengan catur asrama, seseorang handaknya sejak
lahir sudah belajar mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan secara baik dan
benar” Brahmacari Asrama” setelah dipandang cukup dilanjutkan dengan belajar
membangun rumah tangga “grehastha Asrama “ yang kokoh dan utuh. Selanjutnya
tatkala maa berumah tangganya dipandang cukup , dilanjutkan dengan mendalami
ilmu pengetahuan dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi “wanaprasta
Asrama” . s=dan akhirnya setelah pengetahuannya dan pengalaman hidupnya
dipandang masak atau sempurna maka dilanjutkan dengan mengabdi pada umat
“Bhisuka asrama” membangun bangsa yang jadahita dan moksa.
Hubungan antara Catur warna dan Catur asrama adalah
1.
Pada jenjang Brahmacari Asrama dan
Brahmana warna dipandang kedua fase ini sama – sama menekuni bidang pendidikan
dan pembelajaran.
2.
Pada Fase Grehastha Asrama dan
Ksatrya warna ,dipandang kedua fase ini sama- sama merupakan fase untuk belajar
memimpin. pada saat membangun rumah tangga pad jenjang grehastha asrama ,
seseorang dihadapkan dengan belajar memimpin.
3.
Pada fase wanaprasta asrama dan
wesya warna, dipandang sama –sama memerlukan pengalaman baru dengan belajar
melalui pengasingan diri “wanaprasta asrama” guna mewujudkan peningkatan
kesejahteraan dan kebahagiaan “wesya warna” karena lebih terfokus pada
kebahagian dalam kebersamaan.
4.
Pada fase bhisuka asrama dengan
sudra warna , dipandang sebagai akhir untuk menjadikan sang diri pribadi yang
sadhu gunawan hendaknya bergerak dab menjadi pengabdi setia kepada masyarakan
dan dharma “bhisuka”
E.
HUBUNGAN CATUR ASRAMA DENGAN CATUR
PURUSA ARTA
Dari skema diata maka, hubungan antara Catur Asrama dengan
Catur Purusartha dapat dijelaskan sebagai berikut : Catur Purusartha adalah
landasan moral bagi umat untuk meujutkan ajaran Catur asrama. Dalam fase
kehidupan , umat hindu memiliki kewajiban moral untuk meujutkan tujuan beragama
dan bernegara. Pada fase pertama yaitu Brahmancari ,umat hendaknya lebih
mengutamakan untuk melaksanakan Dharma dari pada mendapatkan kekayaan(Artha),
mengisi segala keinginan(kama) dalam mencapai kebahagiaan (moksa) sebagai
tujuan hidup.
Pada fase kedua yaitu Greahastha, umat hendaknya
mengusahakan dan mengutamakan Artha dan kama berlandaskan Dharma untuk
mengwujutkan rumah tangga yang harmonis. Tatkala berada pada masa Wanaprastha,
meengurangi kama untuk melepaskan ikatan keduniawian. Sehingga pada fase
Bhiksuka moksa dapat tercapai.
Jadi , Catur Purusartha memiliki hubungan yang sinergis
dengan catur Asrama. Karena catur Purusartha merupakan landasan moral untuk
melakukan Catur Asrama. Tampa landasan Catur Purusarta nampaknya sulit konsep
ajaran Catur Asrama dapat dilaksanakan
F.
PENERAPAN CATUR ASRAMA DAN CATUR
WARNA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DI MASYARAKAT
Pada saat negerinya diserang oleh musuh-musuhnya, pandawa
maju ke medan perang untuk meperthankan keselamatan masyarakat,bangsa, dan
negaranya dari kejaran pemberontak. Panca pandawa merupakan sosok pemimpi
Ksatrya yang gagh berani. Seiring dengan berputarnya waktu, anca pandawa
membangun sebuan rumah tangga yang harmonis dan utuh dengan seorang ibu yang
utama Grehastha Asrama. Selama dua belas tahun terbuang dihutan, panca pandawa
memasuki fase Wanaprastha. Saat berupaya memajukan perekonomian negerinya
sehingga masyarakat mnjadi sejahtera panca pandawa tampil sebagai Wesya Warna.
Setelah terbuang panca pandawa menjadi pembantu disebuah kerajaan Sudra Warna
dalam catur warna. Dengan menjadi pengajar diberbagai bidang ilmu terutama ilmu
bidang seni dan agama, ini berarti panca pandawa berada pada fase Bhiksuka
dalam Catur Arsrama.
Demikian juga, pada saat berada ditengah-tengah lingkungan
kita,. Sejak kecil diajar oleh oranng tua dan juga disekolahkan sampai tamat
dengan jenjang pendidikan tertentu dan dewasa. Dalam catur warna fase ini
tergolong Brahmana Warna. Sedangkan dalam catur Asrama termasuk sedang mengikuti
masa Brahmancari Asrama. Dengan memiliki ketrampilan tertentu selanjutnya mampu
membangun rumah tangga sekaligus menjadi pemimpin rumah tangga yang
dibangunnya. Hal ini tergolong “Grehastha” dalam catur Asrama dan “Ksatrya”
dalam catur Warna. Tanggung jawab lahir dalam rumah tangga yang dibangun telah
selesai, dengan meningkatkan kehidupan berumah tangga, mengelolah pertanian,
dan perdagangan utuk kemakmuran masyarakat banyak adalah wujut dari
fase”Wanaprastha” dalam catur asrama dan tergolong “Wesya Warna “ dalam catur
warna. Akhirnya mempersiapkan diri untuk mendalami kerohanian, mengajarkan ,
dan menyebarkan Dharma, dengan suatu pelayanan yang tulus adalah merupakan
wujut dari”Sudra Warna’ dalam Catur Asrama dan “Bhiksuka Asrama” dalam catur
Asrama
Selain penerapan diatas, juga Catur
warna dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak menonjol. Ini dikarenakan arus
perubahan jaman yang semakin maju sehingga banyak umat Agama Hindu yang tidak
peduli lagi dengan catur warna. Contoh nyata ialah dulu hanya golongan brahmana
yang mengajarkan tentang agama namun sekarang siapa pun bisa sehingga bagian –
bagian dari catur warna sudah tidak terlalu ditegakkan kerana manusia sekarang
lebih mengutamakan Arta atau kekayaan.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Dari penjelasan didepan maka kami
dapat menarik kesimpulan yaitu catur Asrama ialah empat jenjang kehidupan
manusia sedangkan Catur Warna ialah empat profesi yang dipilih oleh manusia.
Dan Catur purusa Arta adalah empat tujuan hidup manusia. Jadi ketiganya ini
membentuk hubungan yang salaing terkait antara yang satu dengan yang lainnya
sehingga dapat mengantarkan umat hindu ke damaian dan kebahagiaan.
Namun ketigaanya ini tidak dapat
dilakukan secara bersamaan karena ketiganya ini adalah tahapan-tahapan kehidupan
yang mengantarkan manusia menuju kedamaian.
Demikianlah isi dari makalah dari kami, walaupun kami dapat
menyelesaikan makalah ini tapi masih banyak kesalahan-kesalahan yang belumkami
ketahuai jadi mohon dimaklumi. Saran dan kritik dari pembaca sangan kami
nantikan untuk kesempurnaan makalah ini.
No comments:
Post a Comment