Peranan Permainan Tradisional Dalam Pendidikan
Oleh:
I Wayan Tarna
Dosen
Pembimbing: Ni Putu Supartini, S.Pd.H, M.Pd.H
Sekolah
Tinggi Agama Hindu Dharma Nusantara
Jakarta
2015/2016
KATA
PENGANTAR
Om Svastyastu
Puji dan
syukur kita panjatkan kehadiran Hyang Widi atas Asung Waranugraha yang telah
diberikan kepada kita semua. Penyusun sangat bersyukur kepada-Nya karena dalam
penulisan makalah ini dapat berjalan lancar dan selesai tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini sengaja kami mengangkat judul Peranan
permainan tradisional dalam pendidikan
Pendidikan adalah sebuah
proses seseorang untuk
memperbaiki sikap, atau mengubah tingkah laku melalui ajaran dan latihan secara
perlahan-lahan.Teknologi saat ini sangat berperan penting dalam dunia
pendidikan, contohnya sebagai penunjang proses pembelajaran di sekolah. Tapi
sayangnya teknologi di dunia Pendidikan di Indonesia masih kurang mendapatkan
perhatian yang khusus dari pemerintah daerah atau pusat, khususnya pada daerah
daerah yang terisolir.
Dengan kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih terhadap semua
pihak yang telah membantu. Jika dalam penulisan makalah ini ada kesalahan, kami
mohon maaf yang setulus-tulusnya, karena kesalahan ini bukan disengaja, tetapi
karena ketidaktahuan dan kekurangan dari kami.
Om
Santih, Santih, Santih Om
Jakarta, Januari 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar...................................................................................................................... ii
Daftar
Isi................................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 4
2.1 Pendidikan karakter.................................................................................................. 4
BAB III
PEMBAHASAN................................................................................................... 9
3.1
Pengertian Media Pembelajaran............................................................................... 9
3.2
Pengertian Permainan Tradisional............................................................................ 10
3.3.1 Permainan Tradisional dan
Perkembangannya................................................ 14
3.3.2 Permaianan Tradisional Yang Edukatif.......................................................... 16
3.3.3 Peranan Permainan Tradisional ...................................................................... 17
3.3 Jenis-jenis Permainan
Tradisional ............................................................................ 18
3.31 Pengimplementasian Permainan Tradisional ................................................... 20
3.4 Memudarnya Permainan Tradisional
....................................................................... 21
3.4.1 Dampak Positif dan Negatif Permainan Tradisional ...................................... 25
BAB IV PENUTUP............................................................................................................. 27
4.1 Kesimpulan............................................................................................................. 27
4.2 Saran....................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses belajar yang
kompleks yang terjadi pada diri setiap orang yang hidup. Proses belajar itu
terjadi karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkunganya.oleh karena
itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.salah satu tanda bahwa
seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri
orang tersebutyang mungkin terjadi oleh perubahan pada pengetahuan,keterampilan
atau sikap. Apabila proses belajar itu di selenggarakan secara formal di
sekolah-sekolah. Tidak lai ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada
diri siswa. Baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap.selama
proses belajar tersebut di pengaruhi oleh
lingkungan yang antar alain yaitu:trdiri atas muted, guru, dan staf
sekolah lainnya.serta bahan maeri lainyaperkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi semakin mendorong pembaharuan dalam proses pembelajaran
Keberhasilan sebuah pembelajaran tidak
hanya ditentukan oleh tingginya pendidikan seorang pendidik. Tersedianya sarana
dan prasarana pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang berhasilnya
pembelajaran. Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran dapat diatasi
dengan memanfaatkan yang ada di lingkungan sekitar. Permainan tradisional
daerah juga memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran
Pembelajaran di Sekolah diharapkan tidak hanya bersifat teoritik tetapi juga
dapat mengenalkan media pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisonal,
karena dalam permaianan tradisional mempunyai nilai nilai pengetahuan yang
seharusnya dilestarikan oleh guru, sekalipun pada kenyataannya permainan
tradisional sedikit demi sedikit ditinggalkan, permainan
tradisional merupakan ciri suatu bangsa,
dan hasil suatu peradaban. Bangsa mana yang tidak bangga pada permainan budaya.
Karenanya, menggali, melestarikan dan mengembangkan permainan tradisional
adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari. Selain telah menjadi ciri suatu
bangsa, permaian tradisional adalah salah satu bagian terbesar dalam suatu
kerangka yang lebih luas yaitu kebudayaan. Permainan tempo dulu sebenarnya
sangat baik untuk melatih fisik dan mental anak. Secara tidak langsung
anak-anak akan dirangsang kreatifitas, ketangkasan, jiwa kepemimpinan,
kecerdasan, dan keluasan wawasannya melalui permainan tradisional. Namun
sayangnya seiring kemajuan jaman, permainan yang bermanfaat bagi anak ini mulai
ditinggalkan bahkan dilupakan. Anak-anak terlena oleh televisi dan video game
yang ternyata banyak memberi dampak negatif bagi anak-anak, baik dari segi
kesehatan, psikologis maupun penurunan konsentrasi dan semangat belajar.
Permainan
Tradisional yang semakin hari semakin hilang di telan perkembangan jaman,
sesungguhnya menyimpan sebuah keunikan, kesenian dan manfaat yang lebih besar
seperti kerja sama tim, olahraga, terkadang juga membantu meningkatkan daya
otak. Berbeda dengan permainan anak jaman sekarang yang hanya duduk diam
memainkan permainan dalam layar monitor dan sebagainya.
Menguatnya
arus globalisasi di Indonesia yang membawa pola kehidupan dan hiburan baru, mau
tidak mau, memberikan dampak tertentu terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat. Termasuk di dalamnya berbagai macam permainan tradisional anak.
Sementara itu, kenyataan dilapangan dewasa ini memperlihatkan adanya tanda
tanda yang kurang menggembirakan yakni semakin kurangnya permaianan tradisional
anak yang ditampilkan, sehingga akan berakibat pada
kepunahan (Sukirman ).
Banyaknya kegunaan permaianan bagi proses pembelajaran perlu adanya pelestarian
terhadap keutuhan permaianan tersebut. Mengenal permainan tradisional bermain
congklak, egrang, balap karung, bola bekel dan lain-lain di masa muda, akan
mengantarkan mereka pada permainan yang bermamfaat dalam kegiatan belajar untuk
meraih prestasi di masa yang akan datang. Tanpa mengenalnya di masa muda, sulit
bagi anak-anak untuk menerima hal yang sama yang dahulu mereka mainkan bahkan
yang pernah dimainkan pula oleh ayah, ibu, dan kakek-neneknya. Operasional
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan permainan tradisional dapat dilakukan
dengan memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitar. misalnya dalam permainan
gasingan yang terbuat dari kayu, layangan, yoyok, parasut dan-lain-lain. Bagi
anak permainan dapat dijadikan kegiatan yang serius, tetapi mengasyikan.
Melalui permainan, berbagai pekerjaannya dapat terwujud dan permainan dapat
dipilih oleh anak karena menyenangkan bukan untuk memperoleh hadiah atas
pujian.permainan tradisional juga dapat
membantu fisik bisa lebih sehat karena disana kita bisa beraktifitas
(mengeluarkan keringat) dengan demikian dapat di tarik kesmpulan yaitu media
adalah bagian yang tak terpisahkan dari
proses belajar mengajardemi tercapainya media pendidikan pada umumnya
dan tjuan pembelajarab pada khususnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian media pembelajaran?
2.
Apakah yang dimaksud dengan permainan tradisional?
3.
Mengapa permainan tradisional tersebut semakin memudar didalam
masyrakat ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Kita mengetahui apa itu permainan
tradisional.
2.
Kita dapat memahami pengertian
media pendidikan.
3.
Kita mengetahui peenyebab
memudarnya permainan tradisional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan Karakter
Secara
harfiah karakter artinya “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau
reputasi” (Hornby dan Pornwell, 1972: 49). Dalam kamus psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah
kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran
seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relative tetap
(dali Gulo, 1982: 29). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma
agama, hokum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Menurut Thomas Lickona
(1991), pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan
(cognitive), perasaan ( feeling ), dan tindakan (action), tanpa ketiga aspek
ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Sedangkan menurut Kemendiknas
(2010), pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri
sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
( stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu
sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang
berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan,
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran
nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
internalisasi dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di
masyarakat. Pendidikan karakter
bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan
di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi
kelulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara
mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Melalui program ini diharapkan
setiap lulusan memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, berkarakter mulia, kompetensi akademik yang utuh dan terpadu,
sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai norma-norma dan budaya
Indonesia. Pada tataran yang lebih luas, pendidikan karakter nantinya
diharapkan menjadi budaya sekolah.“Character dermines someone’s private
thoughts and someone’sactions done. Good character is the inward motivation to
do what is right, according to the highest standard of behavior, in every
situation”(Hill, 2005). Memiliki arti pendidikan karakter mengajarkan
kebiasaan cara berpikir dan perilaku
yang membantu individu untuk hidup dan bekerja
bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka
untuk membuat keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Karakter yang menjadi
acuan seperti yang terdapat dalamThe Six
Pillars of Character yang dikeluarkan
olehCharacetr Counts! Coalition (a
project of The joseph Institute of Ethics) yaitu enam jenis karakter
yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1)Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat sesorang menjadi berintegritas, jujur,
dan loyal. 2) Fairness , bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki
pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain. 3) Caring , bentuk
karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap
orang lain mauupun kondisi sosial lingkungan sekitar. 4) Respect , bentuk karakter yang membuat seseorang
selalu menghargai dan menghormati orang lain. 5) Citizenship , bentuk karakter yang membuat seseorang sadar
hokum dan peraturan serta peduli
terhadap lingkungan alam. 6) Responsibility , bentuk karakter yang membuat
seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan
sebaik mungkin (Hill, 2005). Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara
sistematis dan berkelanjutan, seorang
anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting
dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih
mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk
tantangan untuk berhasil secara akademis. Terdapat Sembilan pilar karakter yang
berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
1. karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya;
2. kemandirian dan tanggungjawab;
3. kejujuran
atau amanah, diplomatis;
4. hormat dan santun;
5. dermawan,
suka tolong-menolong dan gotong royong atau kerjasama;
6. percaya
diri dan pekerja keras;
7. kepemimpinan
dan keadilan;
8. baik dan rendah hati;
9. karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Kesembilan
pilar karakter itu, diajarkan secara sitematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing
the good, feeling the good,dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan brsifat kognitif saja. Setelah
knowing the good harus ditumbuhkan feeling
loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi
engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat seseuatu kebaikan.
Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena
dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan,
maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan. Dasar pendidikan
karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa
disebut para ahli psikologi sebagai usia emas ( golden age, karena usia ini
terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa
sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi
pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua.
Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga,
yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Namun bagi sebagian keluarga, barangkali
proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi
sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Kerena itu,
seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam
lingkungan sekolah, terutama sejak play group
dan taman kanak-kanak. Di sinilah peranguru, yang dalam filosofi Jawa
disebut “digugu lan ditiru”, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di
kelas, yang berhadapan langsung dengan
peserta didik (http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id). The Monk study
dalam penelitiannya, Mr. Doug Monk dari Kingwood Middle School di Humble,
Texas, membandingkan evaluasi para guru terhadap murid sebelum dan sesudah
diimlementasikannya kurikulum Lessons in Character. Dalam kurikulum yang lebih
banyak mengajak murid untuk berinteraksi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan
mengembangkan kepekaan mereka, telah memberikan dampak positif dalam perubahan
cara belajar, kepedulian dan rasa hormat
terhadap staff sekolah, dan meningkatnya keterlibatan para murid secara
sukarela dalam proyek-proyek kemanusiaan (Brooks, 2005). Yang menjadi landasan
utama pengembangan model pendidikan karakter ini adalah: (1) pendekatan
komprehensif dalam pendidikan karakter, (2) pembelajaran terintegrasi, dan (3)
pengembangan kultur. Istilah komprehensif yang digunakan dalam pendidikan
karakter mencakup berbagai aspek. Pertama, isinya harus komprehensif, meliputi
semua permasalahan yang berkaitan dengan pilihan nilai-nilai yang bersifat
pribadi sampai pertanyaan-pertanyaan
mengenai etika secara umum. Kedua, metodenya harus komprehensif. Termasuk di dalamnya
inkulkasi (penanaman) nilai, pemberian
teladan, penyiapan generasi muda agar dapat mandiri dengan mengajarkan dan
memfasilitasi pembuatan keputusan moral secara
bertanggungjawab, dan berbagai keterampilan hidup (soft skills). Ketiga,
pendidikan karakter hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan di
kelas, dalam kegiatan ekstrakulikuler, dalam proses bimbingan dan penyuluhan, dalam upacara-upacara pemberian
penghargaan, dan semua aspek kehidupan. Beberapa contoh mengenai hal ini misalnya
kegiatan belajar kelompok, penggunaan bahan-bahan bacaan dan topik-topik
tulisan mengenai “kebaikan”, pemberian teladan “tidak merokok”, “tidak
korupsi”, “tidak munafik”, “dermawan”, “menyayangi sesame makhluk Tuhan”, dan
sebagainya. Keempat, pendidikan karakter
hendaknya terjadi melalui kehidupan dalam masyarakat. Orang tua, ulama, penegak
hukum, polisi, dan organisasi kemasyarakatan, semua perlu berpartisipasi dalam
pendidikan karakter. Konsistensi semua pihak dalam melaksanakan pendidikan
karakter mempengaruhi karakter generasi muda (Kirschenbaum, 1995:9-10).
Pembangunan karakter perlu dilakukan oleh manusia. Senada dengan hal tersebut,
Sarumpaet (2001: 12) mengemukakan bahwa pembangunan karakter adalah usaha
paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter
adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan yang benar. Pendidikan rumah tangga maupun
pendidikan dalam sekolah, orang tua dan guru tetap sadar bahwa pembangunan
tabiat yang agung adalah tugas mereka. Menurut Mochtar Buchori (2007) (dalam
www.tempointeraktif.com/ hg/kolom/.../kol,200110201-315,id.html) pendidikan
karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif,
penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengalaman nilai secara nyata.
Permasalahan pendidikan karakter yang selama ini ada di sekolah, perlu segera dikaji dan dicari
alternatif-alternatif solusinya serta perlu dikembangkannya secara lebih
operasional sehingga mudah diimplementasikan. Character Educator yang
diterbitkan oleh Character Education
Partnership (2003) menguraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari
University of Missuori- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa
sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan
pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam
pendidikan karakter menunjukan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat
keberhasilan akademik[1].
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian
Media Pembelajaran
kata media
bersal dari bahasa latin yang medius yng secara harfiah berarti
“tengah”,perantara”atau dalam bahasa arab media adalah pengantar atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima
pesan Gerlach & Eli (1971) mengatakan apabila media dipahami secara garis
besar adalah manusia,materi,atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat
siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap . dalam pengertian ini
guru,buku teks,d lingkungan sekolah merupakan media,secara lebih khusus
pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai
alat-alat grafis, photo grafish,atau elektronis untuk menangkap, memproses atau
menyusun kembali informasi visual dan verbal.
Batasan lain
telah pula di kemukakan oleh para ahli sebagian diantaranya akan di berikan
sebagai berikut. AECT(association of education and communication tenologi 1977)
memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan
untuk menyampaikan pessn dan informasi.
Disamping sebagai system penyampai atau pengantar, media yang sering dig anti
dengan kata mediator menurut fleming(1987:234)adlah penyebap atau alat yang
turut ikut campur tangan dlam 2 pihak untuk mendamaikannya.dengan istilah
mediator media menunjukkan fungsi da peranannya , yaitu mengatur hubungan yang
efektif di kedua pihak dua pihak utamadalam proses belajar-siswa dan isi
pelajaran.selain itu mediator dapat pula mencerminkan penertian bahwa setiap
system pembelajaran yang melakukan mediasi,mulai dari guru sampai dengan peralatan
yang paling cangngih dapat di sebu dengan media ringkasnymedia adlah alat yang
menyampaikan atu mengantarkan
pesan-pesan pembelajaran Heinich dan kawan-kawan (1982) mengemukakan medium
sebagai media atau perantar yang menghaturkan informasi antara sumber dan
penerima jadi tv,film radio atau audio visual lainnya apabilamedia itu membawa
informqsi yang bersedia menerima
Secara
definisi kata media berasal dari berasa latin medius yang secara harfiah “tengah”,
perantara atau pengantar. Dalam bahasa yang lain media adalah pengantar
pesan dari pengirim kepada penerima.
Association for education and commonication technology (AECT), mengartikan kata media sebagai segala
bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. National education
association (NEA) mendefinisikan media
sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau
dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut.
Sementara menurut Heinich, mengatakan:
A medium (plural media) is a
channel of commonication, derived from the latin word meaning “between” the
term refers to anything that carries information, diagrams, printed materials,
computers, and instructors. These are considered instructional media when the
carry messages with in instructional purpose. The purpose of media is to
facilitate commonication.
Maksud
dari pernyataan tersebut bahwa media sebagai menyalur informasi kepada yang
menerima, dalam bahasa latin media
adalah “between” yang sama halnya dengan “anything that carries information
between a source and receiver”, yaitu penyampai bahwa media merupakan pembawa
informasi dari sumber ke penerima. Pembawa informasi ini dapat berupa manusia,
termasuk dalam media ini film, televisi diagram. Demikian juga permainan tradisional yang dapat
dijadikan sebagai media dalam pembelajaran.
Dalam kegiatan proses pembelajaran kehadiran media mempunyai arti yang
cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang
disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Media
merupakan alat bantu apa saja termasuk mainan tradisional yang dapat dijadikan
sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran”. Media pembelajaran
harus meningkatkan motivasi siswa dan merangsang siswa mengingat yang sudah
dipelajari dan memberikan rangsangan baru. Media yang baik juga dapat
mengaktifkan dalam memberikan tanggapan, merangsang untuk belajar penuh
semangat, dan mendorong siswa lebih giat dalam belajar.
3.2
Pengertian Permainan Tradisional
Permainan
tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan
mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya
permainan anak tetap merupakan permainan anak. Dengan demikian bentuk atau
wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai
media permainan. Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek
psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia
orang dewasa. Permaianan digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan
kegiatan dan prilaku yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan
yang sesuai dengan usia anak. Menurut Pellegrini dalam Naville Bennet bahwa permainan didefinisikan menurut tiga
matra sebagai berikut: (1) Permainan sebagai kecendrungan, (2) Permainan
sebagai konteks, dan (3) Permainan sebagai prilaku yang dapat diamati.
Menurut
Mulyadi bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan anak-anak yang
dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain; (1) sesuatu
yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinsik pada anak (2) tidak memiliki
tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsik (3) bersifat spontan
dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta
melibatkan peran aktif keikutsertaan anak, dan (4) memiliki hubungan sistematik
yang khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan
masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.
Permainan
tradisonal merupakan simbolisasi dari pengetahuan yang turun temurun dan
mempunyai bermacam-macam fungsi atau pesan di baliknya, di mana pada prinsipnya
permainan anak tetap merupakan permainan anak.Dengan demikian bentuk atau
wujudnya tetap menyenangkan dan menggembirakan anak karena tujuannya sebagai
media permainan.Aktivitas permainan yang dapat mengembangkan aspek-aspek
psikologis anak dapat dijadikan sarana belajar sebagai persiapan menuju dunia
orang dewasa.
Permainan
tradisional merupakan warisan antar generasi yang mempunyai makna simbolis di
balik gerakan, ucapan, maupun alat-alat yang digunakan.Pesan-pesan tersebut
bermanfaat bagi perkembangan kognitif, emosi dan sosial anak sebagai persiapan
atau sarana belajar menuju kehidupan di masa dewasa.Pesatnya perkembangan
permainan elektronik membuat posisi permainan tradisional semakin tergerus dan
nyaris tak dikenal. Memperhatikan hal tersebut perlu usaha-usaha dari berbagai
pihak untuk mengkaji dan melestarikan keberadaannya melalui pembelajaran ulang
pada generasi sekarang melalui proses modifikasi yang disesuaikan dengan
kondisi sekarang (Elly Fajarwat, 2008: 2)
Permaianan
digunakan sebagai istilah luas yang mencakup jangkauan kegiatan dan prilaku
yang luas serta mungkin bertindak sebagai ragam tujuan yang sesuai dengan usia
anak. Menurut Pellegrini (1991: 241) dalam Naville Bennet (1998: 5-6) bahwa
permainan didefinisikan menurut tiga matra sebagai berikut; (1) permainan
sebagai kecendrungan, (2) permainan sebagai konteks, dan (3) permainan sebagai
prilaku yang dapat diamati.
Permainan
tidak lepas dari pada adanya kegiatan bermain anak, sehingga istilah bermain
dapat digunakan secara bebas, yang paling tepat adalah setiap kegiatan yang
dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, bermain dilakukan secara suka rela
oleh anak tanpa ada pemaksaan atau tekanan dari luar. Menurut Elizabeth B, H
(2006: 320), secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu aktif
dan pasif
Menurut
Mulyadi (2004: 30) bermain secara umum sering dikaitkan dengan kegiatan
anak-anak yang dilakukan secara spontan yang terdapat lima pengertian bermain:
1) Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki
nilai intrinsik pada anak.
2) Tidak memiliki tujuan ekstrinsik,
motivasinya lebih bersifat intrinsik.
3) Bersifat spontan dan sukarela, tidak
ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak serta melibatkan peran aktif
keikutsertaan anak.
4) Memiliki hubungan sistematik yang
khusus dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan
masalah, belajar bahasa, perkembangan sosial.
Oleh
karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari
bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Sukirman D,
2008:19).Permainan tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan
sebuah kegiatan rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri,
tetapi juga sebagai alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial.
Dalam
hal ini, permainan merupakan alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari
yang tidak dia ketahui sampai pada yang dia ketahui dan dari yang tidak dapat
diperbuatnya, sampai mampu melakukannya.Dengan demikian bermain suatu kebutuhan
bagi anak.Dengan merancang pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain
yang sesui dengan taraf kemampuannya. Jadi
bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan
perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam permainan tradisional
Menurut
Bennet (1998:46) dengan ini diharapkan bahwa permainan dalam penddikan untuk
anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan yang jelas tentang
kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut:
1.
Gagasan dan minat anak merupakan sesuatu yang utama dalam permainan
2.
Permainan menyediakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan
mutu pembelajaran
3.
Rasa memiliki merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran yang diperoleh melalui
permainan
4.
Pemebelajaran menjadi lebih relevan bila terjadi atas inisiatif sendiri.
5.
Anak akan mempelajarai cara belajar dengan permainan serta cara mengingat
pelajaran dengan baik
6. Pembelajaran dengan permainan terjadi dengan
gampang, tanpa ketakutan
7.
dan permainan mumudahkan para guru untuk mengamti pembelajaran yang
sesungguhnya dan siswa akan mengalami berkurangnya frustasi belajar. Permainan
bagi anak merupakan bagian yang sedemikian diterimanya dalam kehidupannya
sekarang sehingga hanya sedikit orang yang ragu-ragu mempertimbangkan arti
pentingnya dalam perkembangan anak.
Oleh
karena itu, bahwa permainan tradisional disini adalah permainan anak-anak dari
bahan sederhana sesuai aspek budaya dalam kehidupan masyarakat. Permainan
tradisional juga dikenal sebagai permainan rakyat merupakan sebuah kegiatan
rekreatif yang tidak hanya bertujuan untuk menghibur diri, tetapi juga sebagai
alat untuk memelihara hubungan dan kenyamanan sosial. Dengan demikian bermain
suatu kebutuhan bagi anak. Jadi bermain bagi anak mempunyai nilai dan ciri yang
penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari termasuk dalam
permainan tradisional. Menurut Bennet dengan ini diharapkan bahwa permainan
dalam penddikan untuk anak usia dini ataupun anak sekolah terdapat pandangan
yang jelas tentang kualitas belajar, hal ini diindikasikan sebagai berikut: (1)
gagasan dan minat anak merupakan sesuatu yang utama dalam permainan, (2)
permainan menyediakan kondisi yang ideal untuk mempelajari dan meningkatkan
mutu pembelajaran, (3) rasa memiliki merupakan hal yang pokok bagi pembelajaran
yang diperoleh melalui permainan, (4) anak akan mempelajarai cara belajar
dengan permainan serta cara mengingat pelajaran dengan baik, (5) pembelajaran
dengan permainan terjadi dengan gampang, tanpa ketakutan, (6) permainan
mumudahkan para guru untuk mengamti pembelajaran yang sesungguhnya dan siswa
akan mengalami berkurangnya frustasi belajar.
Permainan
tradisional menurut James Danandjaja (1987) adalah salah satu bentuk yang
berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan di antara anggota
kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun temurun serta
banyak mempunyai variasi. Sifat atau cirri dari permainan tradisional anak
sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa penciptanya dan darimana
asalnya. Biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan adang-kadang mengalami
perubahan nama atau bentuk meskipun dasarnya sama. Jika dilihat dariakar katanya,
permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu
peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang
dilakukan manusia (anak-anak) dengan tujuan mendapat kegembiraan.
Menurut
Atik Soepandi, Skar dkk. (1985-1986), permainan adalah perbuatan untuk
menghibur hati baik yang mempergunakan alat ataupun tidak mempergunakan alat.
Sedangkan yang dimaksud tradisional adalah segala sesuatu yang dituturkan atau
diwariskan secara turun temurun dari orang
tua atau nenek moyang. Jadi permainan tradisional adalah segala
perbuatan baik mempergunakan alat atau tidak, yang diwariska secara turun
temurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atau untuk menyenangkan hati.
Permainan
tradisional ini bisa dikategorikan dalam tiga golongan, yaitu : permainan untuk
bermain (rekreatif), permainan untuk bertanding (kompetitif) dan permainan yang
bersifat edukatif. Permainan tradisional yang bersifat rekreatif pada umumnya
dilakukan untuk mengisi waktu luang. Permainan tradisional yang bersifat
kompetitif, memiliki ciri-ciri : terorganisir, bersifat kompetitif, diainkan
oleh paling sedikit 2 orang, mempunyai criteria yang menentukan siapa yang
menang dan yang kalah, serta mempunyai peraturan yang diterima bersama oleh
pesertanya. Sedangkan perainan tradisional yag bersifat edukatif, terdapat
unsur-unsur pendidikan di dalamnya. Melalui permainan seperti ini anak-anak
diperkenalkan dengan berbagai macam ketrampilan dan kecakapan yang nantinya
akan mereka perlukan dalam menghadapi kehidupan sebagai anggota masyarakat.
Berbagai jenis dan bentuk permainan pasti terkandung unsur pendidikannya.
Inilah salah satu bentuk pendidikan yang bersifat non-formal di dalam
masyarakat. Permainan jenis ini menjadi alat sosialisasi untuk anak-anak agar mereka
dapat menyesuaikan diri sebagai anggota kelompok sosialnya.
3.3.1 Permainan Tradisional dan
Perkembangannya
Permainan
tradisional anak adalah salah satu bentuk folklore yang berupa yang beredar secara lisan di antara anggota
kolektif tertentu, berbentuk tradisional
dan diwarisi turun temurun, serta banyak mempunyai variasi. Oleh
karena termasuk folklore, maka sifat
atau ciri dari permainan tradisional anak sudah tua usianya, tidak diketahui asal-usulnya, siapa
penciptanya dan dari mana asalnya. Permainan
tradisional biasanya disebarkan dari mulut ke mulut dan kadangkadang mengalami
perubahan nama atau bentuk meskipun
dasarnya sama. Jika dilihat dari akar
katanya, permainan tradisional tidak lain adalah kegiatan yang diatur oleh suatu peraturan permainan yang merupakan pewarisan dari generasi terdahulu yang dilakukan manusia (anak-anak)
dengan tujuan mendapat kegembiraan
(James Danandjaja dalam Misbach, 2007).
Menurut Sukirman (2004), permainan
tradisional anak merupakan unsur
kebudayaan, karena mampu memberi pengaruh terhadap perkembangan
kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial
anak. Permainan tradisional anak ini juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri khas pada suatu kebudayaan
tertentu. Oleh karena itu, permainan
tradisional merupakan aset budaya, yaitu modal bagi suatu masyarakat untuk
mempertahankan eksistensi dan identitasnya di tengah masyarakat lain. Permainan tradisonal bisa bertahan atau dipertahankan karena pada umumnya
mengandung unsur-unsur budaya dan
nilai-nilai moral yang tinggi, seperti: kejujuran, kecakapan, solidaritas,
kesatuan dan persatuan, keterampilan dan keberanian. Sehingga, dapat pula
dikatakan bahwa permainan tradisional dapat dijadikan alat pembinaan nilai
budaya pembangunan kebudayaan nasional Indonesia. (Depdikbud, 1996). Keberadaan
permainan tradisional, semakin hari semakin tergeser dengan adanya permainan
modern, seperti video game dan virtual game lainnya. Kehadiran teknologi pada
permainan, di satu pihak mungkin dapat menstimulasi perkembangan kognitif anak,
namun di sisi lain, permainan ini dapat mengkerdilkan potensi anak untuk
berkembang pada aspek lain, dan mungkin tidak disadari hal tersebut justru
menggiring anak untuk mengasingkan diri dari 7 lingkungannya, bahkan cenderung
bertindak kekerasan. Kasus mengejutkan terjadi pada tahun 1999 di dua orang
anak Eric Haris (18) dan Dylan Klebod (17), dua pelajar Columbine High School
di Littleton, Colorado, USA, yang menewaskan 11 rekan dan seorang gurunya.
Keterangan yang diperoleh dari kawan-kawan Eric dan Dylan, kedua anak tersebut
bisa berjam-jam main video game yang tergolong kekerasan seperti “Doom”, “Quake”, dan “Redneck Rampage”. Kekhawatiran serupa
juga terjadi di Cina, sehinggapemerintah Cina secara selektif telah melarang
sekitar 50 game bertema kekerasan. Akan tetapi perkembangan
teknologi di industri permainan anak tidak melulu bisa dijadikan alasan
penyebab tergesernya permainan
tradisional, karena kadang masyarakat sendiri yang kurang peduli dengan
adanya permainan tradisional. Terlebih, penguasaan teknologi di era globalisasi
ini menjadi tuntutan bagi semua orang, tak terkecuali anak-anak. Menurut
Misbach (2006), permainan tradisional yang ada di Nusantara ini dapat
menstimulasi berbagai aspek perkembangan anak, seperti :
1.
Aspek motorik: Melatih daya tahan, daya lentur, sensorimotorik, motorik kasar,
motorik halus.
2.
Aspek kognitif: Mengembangkan maginasi, kreativitas, problem solving, strategi,
antisipatif, pemahaman kontekstual.
3.
Aspek emosi: Katarsis emosional, mengasah empati, pengendalian diri
4.
Aspek bahasa: Pemahaman konsep-konsep nilai
5.
Aspek sosial: Menjalin relasi, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan
teman sebaya dan meletakkan pondasi untuk melatih keterampilan sosialisasi
berlatih peran dengan orang yang lebih dewasa/masyarakat.
6.
Aspek spiritual: Menyadari keterhubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung
(transcendental).
7.
Aspek ekologis: Memahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitar secara
bijaksana.
8.
Aspek nilai-nilai/moral : Menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan dari
generasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.
Jika
digali lebih dalam, ternyata makna di balik nilai-nilai permainan tradisional
mengandung pesan-pesan moral dengan muatan kearifan lokal (local wisdom) yang
luhur dan sangat sayang jika generasi sekarang tidak mengenal dan menghayati
nilai-nilai yang diangkat dari keanekaragaman suku-suku bangsa di Indonesia.
Kurniati (2006) mengidentifikasi 30 permainan tradisional yang saat ini masih
dapat ditemukan di lapangan. Beberapa contoh permainan tradisional yang
dilakukan oleh anak-anak adalah Anjang-anjangan, Sonlah, Congkak, Orayorayan,
Tetemute, dan Sepdur”. Permainan tradisional tersebut akan memberikan dampak
yang lebih baik bagi pengembangan potensi anak. Hasil penelitiannya menyebutkan
bahwa permainan tradisional mampu mengembangkan keterampilan sosial anak. Yaitu
keterampilan dalam bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi, mengontrol
diri, empati, menaati aturan serta menghargai orang lain. Interaksi yang
terjadi pada saat anak melakukan
permainan tradisonal memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan
keterampilan sosial, melatih kemampuan bahasa, dan kemampuan emosi[2].
3.3.2
Permainan Tradisional Yang Edukatif
Dapat dikatakan bahwa
permainan tradisional yang dimiliki masyarakat indonesia secara kearifan lokal
masing-masing daerah di indonesia yang beraneka-ragam permainan tradisional
didalamnya, setiap permainan tentunya memiliki niali edukasi didalmnya. Kita sadari
atau tidak nilai edukasi yang tersimpan didalamnya, adalah nilai yang timbul
dalam masyrakat itu sendiri. Nilai edukasi itu sendiri terbentuk , karena
masyarakat indonesia cenderung menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan memupuk
semangat kerjasama membentuk karakter masyarakat indonesia yang ramah dan
terkenal tinggoi akan kemauan dan kerja kerasnya untuk menggapai harapan dan
cita-cita bangsa indonesia, melalui permainan/olahraga tradisionalnya. Dari
penelitian yang dilakukan para ilmuan, diperoleh bahwa bermain mempunyai
manfaat yang besar bagi perkembangan anak dalam hidupnya. Tujuan Permaian
Edukatif sebenaanya untuk mengembangkan konsep diri (self concept), untuk
mengembangkan kreativitas, untuk mengembangkan kopmunikasi, untuk mengembangkan
aspek fisik dan motorik, mengemabngkan aspek sosial, mengembangkan aspek emosi
atau kepribadian, mengembangkan aspek kognitif, mengasah ketajaman pengindraan,
mengembangkan keterampilan olahraga dan menari.
Manfaat permainan
edukatif
Permainan edukatif itu
dapat berfungsi sebagai berikut:
1.
Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses pembelajaran sambil
belajar
2. Merangsang
pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa, agar dapat menumbuhkan sikap,
mental serta akhlak yang baik.
3. Menciptakan
lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa aman dan menyenagnkan.
4. Meningkatkan
kualitas pembelajran anak-anak
3.3.3 Peran Permainan Tradisional
Didalam masyarakat
peran penting dalam permainan tradisional, perlu kita kembangkan demi ketahanan
budaya bangsa, karena kita menyadari bahwa kebudayaan merupakan nilai-nilai
luhur bagi bangsa indonesia, untuk diketahui dan dihayati tata cara kehidupannya
sejak dahulu. Bangsa indonesia merupakan bangsa yang besar dalam keaneka
ragaman kebudayaan didalamnya, termasuk permainan tradisional didalamnya,
keanekaragaman permainan tradisional adalah karena banyaknya daerah di
indonesia memiliki kearifan lokal kebudayaan masing-masing, sehingga membentuk
masyarakatn melakukan aktivitas kebugaran jasmani yang berbeda satu daerah
dengan yang lainnya. Permainan tradisonal memang sudah seharusnya
mendapatkan perhatian khusus dan mendapatkan prioritas yang utama untuk dilindungi,
dibina, dikembangkan, diberdayakan dan selanjutnya diwariskan. Hal seperti itu
diperlukan agar permaina tradisional dapat memiliki ketahanan dalam menghadapi
unsur budaya lain di luar kebudayaannya.
3.2
Jenis-jenis Permainan Tradisional
Banyak
sekali macam-macam permainan tradisional di Indonesia, hampir di seluruh
daerah-daerah telah mengenalnya bahkan pernah mengalami masa-masa bermain
permainan tradisional ketika kecil. Permainan tradisional perlu dikembangkan
lagi karena mengandung banyak unsur manfaat dan persiapan bagi anak dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat. Beberapa contoh permainan tradisional akan
dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut :
1.
Galasin
Galah
asin atau galasin yang juga sibeut gobak sodor adalah sejenis permainan daerah
asli dari Indonesia. Permainan ini adalah sebuah permainan grup yang terdiri
dari dua grup, di mana masing-masing tim terdiri dari 3 - 5 orang. Inti
permainannya adalah menghadang lawan agar tidak bisa lolos melewati garis ke
baris terakhir secara bolak-balik, dan untuk meraih kemenangan seluruh anggota
grup harus secara lengkap melakukan proses bolak-balik dalam area lapangan yang
telah ditentukan.
Permainan
ini biasanya dimainkan di lapangan bulu tangkis dengan acuan garis-garis yang
ada atau bisa juga dengan menggunakan lapangan segi empat dengan ukuran 9 x 4 m
yang dibagi menjadi 6 bagian. Garis batas dari setiap bagian biasanya diberi
tanda dengan kapur. Anggota grup yang mendapat giliran untuk menjaga lapangan
ini terbagi dua, yaitu anggota grup yang menjaga garis batas horisontal dan
garis batas vertikal. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk menjaga
garis batas horisontal, maka mereka akan berusaha untuk menghalangi lawan
mereka yang juga berusaha untuk melewati garis batas yang sudah ditentukan
sebagai garis batas bebas. Bagi anggota grup yang mendapatkan tugas untuk
menjaga garis batas vertikal (umumnya hanya satu orang), maka orang ini
mempunyai akses untuk keseluruhan garis batas vertikal yang terletak di tengah
lapangan. Permainan ini sangat mengasyikkan sekaligus sangat sulit karena
setiap orang harus selalu berjaga dan berlari secepat mungkin jika diperlukan
untuk meraih kemenangan.
2.
Congklak
Congklak
adalah suatu jenis permainan tradisional yang dikenal dengan berbagai macam
nama di seluruh indonesia. Biasanya dalam permainan, sejenis cangkang kerang
digunakan sebagai biji congklak dan jika tidak ada, kadangkala digunakan juga
biji-bijian dari tumbuh-tumbuhan.
Di
malaysia permainan ini juga lebih dikenal dengan nama congklak dan istilah ini
juga dikenal di beberapa daerah di Sumatera dengan kebudayaan melayu. Di jawa,
permainan ini lebih dikenal dengan nama dakon. Selain itu di lampung permainan
ini lebih dikenal dengan nama dentuman lamban sedangkan di Sulawesi permainan ini
lebih dikenal dengan nama mokaotan, maggaleceng, aggalacang dan nogarata. Dalam
bahasa Inggris, permainan ini disebut mancala.
3.
Petak Umpet
Permainan
ini bisa dimainkan oleh minimal 2 orang, namun jika semakin banyak yang bermain
maka akan menjadi semakin seru. Cara bermain cukup mudah, dimulai dengan
hompimpa untuk menentukan siapa yang menjadi "kucing" (berperan
sebagai pencari teman-temannya yang bersembunyi). Si kucing ini nantinya akan
memejamkan mata atau berbalik sambil berhitung sampai 10, biasanya dia
menghadap tembok, pohon atau apa saja supaya dia tidak melihat teman-temannya
bergerak untuk bersembunyi (tempat jaga ini memiliki sebutan yang berbeda di
setiap daerah, contohnya di beberapa daerah di jakarta ada yang menyebutnya
inglo, di daerah lain menyebutnya bon dan ada juga yang menamai tempat itu
hong). Setelah hitungan sepuluh (atau hitungan yang telah disepakati bersama,
misalnya jika wilayahnya terbuka, hitungan biasanya ditambah menjadi 15 atau
20) dan setelah teman-temannya bersembunyi, mulailah si "kucing"
beraksi mencari teman-temannya tersebut.
4.
Gasing
Gasing
adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkeseimbangan pada suatu
titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs
arkeologi dan masih bisa dikenali. Selain merupakan mainan anak-anak dan orang
dewasa, gasing juga digunakan untuk berjudi dan ramalan nasib. Sebagian besar
gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau bahan-bahan
lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing. Tali gasing
umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit
pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang
yang memainkan.
Gerakan
gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar terhuyung-huyung
untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki (paksi) dengan permukaan tanah
membuatnya tegak. Setelah gasing berputar tegak untuk sementara waktu, momentum
sudut dan efek giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya bagian
badan terjatuh secara kasar ke permukaan tanah.
5.
Kelereng
Kelereng
(atau dalam bahasa jawa disebut nèkeran) adalah mainan kecil berbentuk bulat
yang terbuat dari kaca, tanah liat, atau agate. Ukuran kelereng sangat
bermacam-macam. Umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung. Kelereng dapat
dimainkan sebagai permainan anak, dan kadang dikoleksi, untuk tujuan nostalgia
dan warnanya yang estetik.
6.
Egrang
Egrang
atau jangkungan adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar bisa berdiri
dalam jarak tertentu di atas tanah. Egrang berjalan adalah egrang yang
diperlengkapi dengan tangga sebagai tempat berdiri, atau tali pengikat untuk
diikatkan ke kaki, untuk tujuan berjalan selama naik di atas ketinggian normal.
Di dataran banjir maupun pantai atau tanah labil, bangunan sering dibuat di
atas jangkungan untuk melindungi agar tidak rusak oleh air, gelombang, atau
tanah yang bergeser. Jangkungan telah dibuat selama ratusan tahun[3].
3.2.1 Pengimplementasian Permainan
Tradisional Sebagai Wahana Dalam Pendidikan Karakter Yang Menyenangkan
Begitu
pentingnya permainan tradisional dalam memberi pendidikan karakter dan
memberikan nilai moral yang positif bagi pertumbuhan anak. Melalui permainan
tradisional juga dapat menjadi sarana belajar untuk mengembangkan nilai EQ pada
anak. Tetapi, tentu saja harus dalam pengawasan dan memberi batasan waktu yang
jelas agar tidak semua waktu digunakan untuk bermain. Implementasi dari
permaninan tradisional sebagai wahana pendidikan karakter yang menyenangkan dapat
diaplikasikan baik di lingkungan keluarga (informal), sekolah (formal) maupun
di masyarakat (nonformal). Pendidikan karakter dapat dimulai dari lingkungan
yang terkecil yakni, Keluarga. Keluarga merupakan bagian dari sebuah
masyarakat. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah keluarga baik budaya, agama,
ekonomi bahkan jumlah anggota keluarga
sangat mempengaruhi perlakuan dan pemikiran anak khususnya ayah dan ibu.
Pengaruh keluarga dalam pendidikan anak sangat besar dalam berbagai macam sisi.
Keluargalah yang menyiapkan potensi
pertumbuhan dan pembentukan kepribadian anak. Lebih jelasnya, kepribadian anak
tergantung pada pemikiran dan tingkah laku kedua orang tua serta lingkungannya.
Dalam hubungannya dengan pendidikan karakter, keluarga memiliki andil yang cukup
besar, karena mulai dari sinilah
penanaman nilai-nilai moral dapat dikembangkan sehingga permasalahan
kenakalan remaja dapat dihindari. Secara garis besar, pendidikan karakter bertujuan untuk membimbing anak ke arah
kedewasaan supaya anak dapat memperoleh keseimbangan antara perasaan dan akal
budaya serta dapat mewujudkan keseimbangan dalam perbuatannya kelak. Oleh
karena itu, langkah pasti yang dapat dtempuh oleh orang tua yakni, mampu
memberikan stimulus yang positif serta menyenangkan kepada anaknya, salah
satunya melalui permainan tradisional. Pengembangan permaninan tradisional
sebagai wahana pendidikakan karakter yang menyenangkan tidak begitu sulit.
Perlu kesabaran serta keseriusan dari pihak orang tua. Orang tua juga dapat
menyusun rancangan kegiatan yang menarik kepada anaknya. Seperti setiap akhir
pekan atau pertemuan keluarga, orang tua bisa mengajak si anak untuk berekreasi serta mengajak buah hatinya untuk
memainkan permainan tradisional. Disinilah peran orang tua yang paling penting
yakni, dapat menjelaskan makna yang terkandung dalam permainan tersebut.
Penanaman pendidikan karakter semacam
ini sangat efektif, akan tetapi tetap diimbangi oleh kemauan anak tersebut,
sehingga tidak terjadi kesalah pahaman atau benturan. Berikut ini rancangan
kegiatan yang dapat diaplikasikan oleh orang tua, dalam memberikan pendidikan
karakter melalui permainan tradisional.
3.3
Memudarnya permainan Tradisional di
Masyarakat
Dari uraian penjelasan
diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa keberagaman permainan tradisional yang
dimiliki masyarakat indonesia, merupakan aset kebudayaan bangsa kita yang
seharusnya kita jaga dan lestarikan agar tidak hilang ditelan kemajuan zaman
dengan pesatnya kemajuan dunia IT di era global. Permainan Tradisional sudah
seharusnya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah sebagai penyelenggara
negara, dan masyrakat sebagai pembentuk kebudayaan itu sendiri, perlu adanya
pemberdayaan permainan tradisional yang pernah ada di indonesia, caranya dengan
mengajak tokoh masyarakat yang mengenal permainan tersebut untuk terus
memberika pengetahuan dan memainkan permainan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan permainan tradisional yang memiliki nilai kebersamaan
dan memupuk semangat nasionalisme bangsa merupakan nilai yang seharusnya tidak
boleh dihilangkan dalam masyarakat indonesia. Perubahan sosial
yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun non material
akan berpendapat budaya material berubah lebih cepat dibandingkan dengan budaya
non material , permainan tradisional salah satu didalamnya yang ikut terkena
dampak perubahan sosial oleh arus globalisasi. Perkembangan IT sudah
sepatutnya kita apreasiasi akan tetapi perkembangan IT jangan sampai
menghilangkan kebudayaan lokal masyarakat itu sendiri, terlebih dalam dunia
olahraga seperti permainan tradisional, berkembang pesatnya games
online dalam segi pemainan modern bagi remaja dan anak-anak tentu
memiliki beberapa dampak yang dirasakan ,diantaranya: menurut Margaretha
Soleman, M.Si, Psi menuliskan dampak buruk secara sosial, psikis, dan fisik
dari kecanduan bermain game online dan cara-cara penyembuhannya.Berikut dampak
games online Secara Sosial:
1. Hubungan
dengan teman, keluarga jadi renggang karena waktu bersama mereka menjadi jauh
berkurang.
2.Pergaulan
kita hanya di game on line saja, sehingga membuat para pecandu game online jadi
terisolir dari teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata.
3.Ketrampilan
sosial berkurang, sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain.
4. Perilaku
jadi kasar dan agresif karena terpengaruh oleh apa yang kita lihat dan mainkan
di game online.
Lebih banyak lagi
dampak yang ditimbulkan terhadap perkembangan IT bagi anak-anak dan remaja
adalah akibat tidak dapat dibendungnya kemajuan IT didunia tidak seimbang
dengan kesiapan masyrakat menerimanya, sehingga terkadang nilai-nilai lokal
masyrakat memudar atau ditinggalkan karena dianggap kurang menarik lagi, dan
hanya mengahbiskan waktu saja. Pada permainan tradisional yang cenderung
menggunakan waktu dan fisik memang terlihat membosankan, karena apabila ada yg
lebih praktis atau mudah sebagai hiburan, bahasa kasarnya mengapa kita harus
mempersulit dengan adanya kemajuan IT .
Pemikiran seperti itu
seharusnya jangan sampai terfikirkan, oleh kita. Sejatinya permainan
tradisional membentuk semangat kerjasama dan sikap saling komunikasi antar
pemain didalamnya sehingga dapat melatih kita berinteraksi sosial, apabila
nilai dasar seperti ini dihilangkan maka kita akan menjadi masyrakat yang tidak
mampu memelihara kearifan lokal masyrakatnya sendiri, terutama menjaga
nilai-nilai edukasi kelestarian permainan tradisional itu sendiri . Didalam
masyarakat peran penting dalam permainan tradisional, perlu kita kembangkan
demi ketahanan budaya bangsa, karena kita menyadari bahwa kebudayaan merupakan
nilai-nilai luhur bagi bangsa indonesia, untuk diketahui dan dihayati tata cara
kehidupannya sejak dahulu. Bangsa indonesia merupakan bangsa yang besar dalam
keaneka ragaman kebudayaan didalamnya, termasuk permainan tradisional
didalamnya, keanekaragaman permainan tradisional adalah karena banyaknya daerah
di indonesia memiliki kearifan lokal kebudayaan masing-masing, sehingga
membentuk masyarakatn melakukan aktivitas kebugaran jasmani yang berbeda satu
daerah dengan yang lainnya. Permainan tradisonal memang sudah seharusnya
mendapatkan perhatian khusus dan mendapatkan prioritas yang utama untuk
dilindungi, dibina, dikembangkan, diberdayakan dan selanjutnya diwariskan. Hal
seperti itu diperlukan agar permaina tradisional dapat memiliki ketahanan dalam
menghadapi unsur budaya lain di luar kebudayaannya. Selain itu, permainan
tradisional telah membantu mengembangkan kreativitas seorang anak. Dimana hal
tersebut akan memberikan dampak yang positif dan negative pada seorang anak di
waktu yang akan mendatang.
Di era global saat
ini, memudarnya permainan atau olahraga tradisional tidak menjadi hal yang baru
lagi. Masuknya kecanggihan teknologi membawa masyarakat tradisional bangsa
indonesia, menjadi lebih praktis. Kini masyrakat mengaggap permainan atau
olahraga tradisional, dapat digantikan dengan game online dan fitnes
center. Pergantian permainan tradisional akibat globalisasi dikarenakan
kurangnya kesadaran masyarakat indonesia terhadap pentingnya melestarikan
permainan lokal atau olahraga tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Permainan
tradisional memberikan dampak yang sangat positif bagi seorang anak pada usia
yang dini. Perkembangan kemajuan teknologi ,informasi dan komunikasi saat ini,
membuat perubahan sosial dalam masyrakat seluruh dunia. Masyarakat Indonesia
termasuk yang mendapatkan dampak seperti ini juga. Memudarnya permainan
Tradisional di era globalisasi termasuk perubahan sosial yang terjadi akibat
dari kurangnya kesadaran masayarakat lokal melestarikan dan memberdayakan
permainan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ini terjadi contohnya, pada
semakin berkembangnya games online lebih diminati dan disukai anak-anak zaman
sekarang ketimbang permainan tradisional atau anak-anak yang zaman dahulu
sering kita mainkan.
Menurut William F.
Ogburn Seorang sosiologi Amerika, merupakan ilmuan pertama yang melakukan
penelitian terinci menyangkut proses perubahan sosial. William F. Ogburn juga
menyatakan bahwa perubahan sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material
maupun non material. Ogburn berpendapat bahwa budaya material berubah lebih
cepat dibandingkan dengan budaya non material yang dapat menyebabkan terjadinya
cultural lag. Sedangkan Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu,
antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan
memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Dalam perkembangan
kemajuan teknologi, informasi dan komunikasi keterkaitan antara perubahan
sosial dan globalisasi adalah terhadap perubahan dalam budaya masyakarat lokal
yang cenderung dinamis terhadap kemajuan zaman, dan menerima masuknya kemajuan
teknologi dengan mudah dalam masyarakat. Dalam suatu Masyarakat yang menerima
perubahan sosial cenderung akan memiliki dampak yang ditimbulkan bagi
masyarakat yang menerima perubahan sosial itu sendiri. Terlebih dalam
Perkembangan Teknologi Informasi sudah yang sedemikian pesatnya sangat sulit
bagi kita untuk mengontrolnya. Hampir setiap detik produk Teknologi Informasi
tercipta di seluruh belahan dunia. Kita patut mengapresiasi perkembangan
Teknologi Informasi ini karena tentunya akan semakin membantu kehidupan
manusia. Dampak positif dan negatif pemanfaatan IT sudah pasti ada dan sudah
sewajarnya kita mewaspadai hal ini.
Dalam
suatu Masyarakat yang menerima perubahan sosial cenderung akan memiliki dampak
yang ditimbulkan bagi masyarakat yang menerima perubahan sosial itu sendiri.
Terlebih dalam Perkembangan Teknologi Informasi sudah yang sedemikian pesatnya
sangat sulit bagi kita untuk mengontrolnya. Hampir setiap detik produk
Teknologi Informasi tercipta di seluruh belahan dunia. Kita patut mengapresiasi
perkembangan Teknologi Informasi ini karena tentunya akan semakin membantu
kehidupan manusia. Dampak positif dan negatif pemanfaatan IT sudah pasti ada
dan sudah sewajarnya kita mewaspadai hal ini.
Berikut
ini beberapa hal yang menjadi dampak positif perkembangan Teknologi Informasi.
1.Mempermudah
dan mempercepat akses informasi yang kita butuhkan.
2.Mempermudah
dan mempercepat penyampaian atau penyebaran informasi.
3.
Mempermudah transaksi perusahaan atau perseorangan untuk kepentingan bisnis.
4.
Mempermudah penyelesaian tugas-tugas atau pekerjaan.
5.
Mempermudah proses komunikasi tidak terhalang waktu dan tempat.
Sementara
itu dampak negatif perkembangan Teknologi Informasi antara lain,
1.
Isu SARA, kekerasan dan pornografi menjadi hal yang biasa.
2.
Kemudahan transaksi memicu munculnya bisnis-bisnis terlarang seperti narkoba
dan produk black market atau ilegal.
3.
Para penipu dan penjahat bermunculan terutama dalam kasus transaksi online.
4.
Munculnya budaya plagiarisme atau penjiplakan hasil karya orang lain.
3.3.1 Dampak Positif Dan Negatif
Permainan Tradisional
Kemajuan teknologi telah membawa perubahan
dalam berbagai hal termasuk dalam hal bermain. Perubahan dalam bermain ini
lebih mengacu pada game modern seperti yang digemari anak-anak zaman sekarang.
Seiring perubahan tersebut ada dua dampak pada game modern, yaitu:
1)
Dampak Positif
a)
Dalam game modern, menang atau kalah tidak menimbulkan perselisihan. Akan
tetapi, dalam permainan tradisional yang lawan mainnya nyata dapat menimbulkan
perselisihan, karena rasa ini lawan yang kalah pada lawan yang menang.
b)
Game modern mampu membuat anak berpikir kreatif karena game yang ada sangat
beragam.
c)
Game modern dapat membuat pemainnya
meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas dalam menyelesaikan permainan.
2) Dampak Negatif
a)
Seorang anak yang sudah ketergantungan pada game modern, akan menimbulkan
kurangnya rasa peduli pada sekitar.
b)
Perubahan perilaku.
c) Berkurangnya sikap bekerja sama dan rasa
saling berbagi.
d) Menimbulkkan kerusakan pada mata karena
terpaku berjam-jam pada layar.
Dari
pernyataan diatas, ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar
permainan tradisional tidak hilang dan atau tidak tergusur oleh game modern
yaitu, pelestarian permainan tradisional dalam dunia pendidikan, melalui
pelajaran sekolah, misalnya: pendidikan olah raga. Guru dapat memadukan permainan
tradisional dengan materi lainnya. Juga penerapan permainan tradisional dengan
cara mengadakan perlombaan baik di dunia pendidikan maupun dunia luar.Kemajuan
teknologi telah membawa perubahan dalam berbagai hal termasuk dalam hal
bermain. Perubahan dalam bermain ini lebih mengacu pada game modern seperti
yang digemari anak-anak zaman sekarang. Seiring perubahan tersebut ada dua
dampak pada game modern, yaitu:
1)
Dampak Positif
a)
Dalam game modern, menang atau kalah tidak menimbulkan perselisihan. Akan tetapi,
dalam permainan tradisional yang lawan mainnya nyata dapat menimbulkan
perselisihan, karena rasa ini lawan yang kalah pada lawan yang menang.
b)
Game modern mampu membuat anak berpikir kreatif karena game yang ada sangat
beragam.
c)
Game modern dapat membuat pemainnya meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas
dalam menyelesaikan permainan.
2)
Dampak Negatif
a)
Seorang anak yang sudah ketergantungan pada game modern, akan menimbulkan
kurangnya rasa peduli pada sekitar.
b) Perubahan perilaku.
c) Berkurangnya sikap bekerja sama dan rasa
saling berbagi.
d) Menimbulkkan kerusakan pada mata karena
terpaku berjam-jam pada layar.
Dari
pernyataan diatas, ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah tersebut agar
permainan tradisional tidak hilang dan atau tidak tergusur oleh game modern
yaitu, pelestarian permainan tradisional dalam dunia pendidikan, melalui
pelajaran sekolah, misalnya: pendidikan olah raga. Guru dapat memadukan
permainan tradisional dengan materi lainnya. Juga penerapan permainan
tradisional dengan cara mengadakan perlombaan baik di dunia pendidikan maupun
dunia luar.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Permainan
tradisional tidak hanya sekedar permainan yang mengandung kesenangan semata.
Namun permainan tradisional dapat melatih kemampuan motorik anak, sikap anak,
dan juga ketrampilan anak. Serta dapat membentuk karakter anak yang luhur. Dalam menerima sikap
perubahan sosial didalam masyrakat kita memang harus bersifat terbuka dan
dinamis terhadapa perkembangan zaman, perkembangan dunia IT. Ada sebuah
garis-garis yang harus memisahkan kebudayaan asli dengan masuknya kebudayaan
luar dalam era global saat ini. Perubahan sosial akan terjadi apabila
masyarakat menerima masuknya perubahan itu sendiri, maka dari itu kita perlu yang
namanya kesadaran sejak dini untuk menjaga dan melstarikan kebudayaan lokal
masyarakat kita sendiri, kalau bukan kita yang menjaga kebudayaan tersebut,
siapa lagi dan tidak akan menutup kemungkinan memudarnya permainan tradisional,
sebagai salah satu contoh penulisan diatas, dapat terjadi bila kita sendiri
tidak memelihara kebudayaan kita sendiri.
4.2 Saran
Kita sebagai generasi
muda sudah saatnya kita melestarikan permainan tradisional. Kita seharusnya
perkenalkan dulu pada anak kita tentang permainan tradisional walaupun di zaman
globalisasi saat ini. Karena pada usia dini, perkembangan anak sangat dibutuh
demi perkembangan fisik dan motorik anak. Selain iti permainan tradisional
sangat menguntungkan daripada permainan di zaman sekarang seperti game online.
Game online sangat tidak baik bagi perkembangan anak karena akan membawa dampak
negative bagi seorang anak. Tidak dipungkiri saat ini banyak orang tua yang
malah membelikan anaknya barang-barang canggih. Maka dari itu , peran orang tua
untuk mendampingi anaknya sangatlah penting demi masa depan seorang anak.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Azhar Arsyad, 2011. Media Pembelajaran Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada
Ø http://longsani.blogspot.com/2014/07/makalah-permanina-tradisional.html
diakses
pada Senin 26 pkl 11.30 wib
Ø http://abdulkudus.staff.unisba.ac.id/files/2012/01/PKM-GT-2011-IPB-Irma-Inovasi-Media-Pembelajaran.pdf
diakses
pada minggu 25 pkl 13.30 wib
Ø http://www.academia.edu/6245754/PERMAINAN_TRADISIONAL_SEBAGAI_WAHANA_PENDIDIKAN_KARAKTER_YANG_MENYENANGKAN
diakses
pada minggu 25 pkl 10.30 wib
[2] http://abdulkudus.staff.unisba.ac.id/files/2012/01/PKM-GT-2011-IPB-Irma-Inovasi-Media-Pembelajaran.pdf
banyak sekali permainan zadul yang sangat kita gemari salah satunya mungkin yang ada pada website ini, namun berbeda halnya dengan permainan modern permainan ini sudah mulai dilupakan.
ReplyDeleteZadulQQ
daftar zadulqq
login zadulqq