Sunday, November 30, 2014

KITAB SARASAMUCCAYA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Sarasamusccaya adalah kitab Smerti dengan 511 sloka (ayat) yang memuat sejumlah ajaran tentang moral dan etika. Disusun oleh Bhagawan Wararuci, kira-kira pada abad ke 9-10. Kitab ini ditulis dengan dua bahasa yaitu Sanskerta dan bahasa Jawa Kuno (Kawi). Banyak yang menyebut Bhagawan Wararuci lahir di Nusantara karena kitab ini ditemukan dengan terjemahan dalam bahasa Jawa Kuno dari aslinya, Sansekerta. Kedua bahasa itu dipersandingkan. Namun, tidak ada kepastian bahwa beliau lahir di Nusantara, bisa saja Sarasamuccaya itu datang dari India dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa Kuno oleh seseorang yang tak mau disebutkan namanya. Hal-hal yang anonim itu jamak dalam susastra Hindu di era kerajaan-kerajaan di Jawa.
Kitab Sarasamuccaya ini dimaksudkan oleh Wararuci sebagai intisari dari Astadasaparwa (Mahabharata), gubahan Rsi Wiyasa. Arti Sarasamuccaya yaitu: Sara artinya intisari, sedangkan samuccaya artinya himpunan. Inilah himpunan dari instisari ajaran etika yang ada dalam Astadasaparwa.
Sebelum kita mempergunakan teori Gadamer menginterpretasikan sloka-sloka ini, maka pertama tama kita pergunakan teks Sarasamuccaya dalam bahasa Jawa Kuno yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Nyoman Kadjeng dkk. Alasannya adalah oleh karena teks Jawa Kuno tidak ditemukan siapa penterjemahnya dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Jawa Kuno. Oleh karena Nyoman Kadjeng menterjemahkannya dari bahasa Jawa Kuno ke dalam bahasa Indonesia, maka mulai dari sinilah kita akan melakukan upaya-upaya pemahaman terhadap kitab Sarasamuccaya.
Berbicara masalah teori interpretasi Gadamer, kita mempertanyakan maksud apa yang terkandung dari penuturnya (Waisampayana), penulisnya (Wararuci), penterjemahnya ke dalam bahasa Jawa Kuno (Anonim), dan penterjemahnya ke dalam bahasa Indonesia, sesuai dengan perkembangan horisonnya masing-masing, dalam rentang waktu dan tempat yang berbeda-beda. Waisampayana adalah penutur nilai-nilai, sari-sari dari Mahabharata, ditujukan kepada pendengarnya Janamejaya, cucu Arjuna. Sebagai penerus dinasti Pandawa yang sangat diharapkan dapat membawa kerajaan dengan seluruh rakyatnya, laki perempuan tua muda menikmati kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dan mendapatkan kesempatan dan peluang secara adil, agar tidak terulang kembali prahara Bharata Yuda seperti leluhurnya dulu. Inilah merupakan horison berpikir dari penutur dan penulis (Bhagavan Wararuci) serta teks Sarasamuccaya di masa lalu.

1.2              Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah pemahaman umat Hindu tentang Kitab Sarasamuccaya?
2.      Bagaimanakah penggunaan Bahasa Indonesia dalam Kitab Sarasamuccaya?

1.3              Tujuan
3.      Mahasiswa dapat memahami Kitab Sarasamuccaya dalam ajaran Hindu
4.      Mahasiswa dapat mengetahui penggunaan Bahasa Indonesia dalam Kitab Sarasamuccaya?

1.4              Manfaat
1.      Bagi penulis menambah wawasan baru dan memahami lebih mendalam tentang Kitab Sarasamuccaya dalam ajaran Hindu
2.      Bagi pembaca dapat memahami dan mengingat kembali ajaran dari Kitab Sarasamuccaya








BAB II
PEMBAHASAN

2.1              Pemahaman Kitab Sarasamuccaya
Kitab Sarasamuscaya adalah tuntunan bagi mereka yang sudah melewati Grhasta Asrama, atau tepatnya sudah meningkat ke Wanaprasta Asrama, apalagi sudah menjadi Sanyasin/ Bhiksuka. Khusus mengenai wanita, demikian dianggap ‘berbahaya’ bagi kedua Asrama itu, misalnya seperti apa yang diuraikan dalam pasal 80, 81,82, 83, 84, 85, 86, 87, dst. Dalam Kitab Sarasamuccaya ada beberapa sloka yang disampaikan dengan memperlakukan wanita secara tidak adil. Contohnya:

Sloka 424:
na stribhyah kincidanyadvai papiyo bhuvi vidyate,
striyo mulamanarthanam manasapi ca cintitah.
Artinya:
“Diantara sekian banyak yang dirindukan, tidak ada yang menyamai wanita dalam hal membuat kesengsaraan; apalagi memperolehnya dengan cara yang jahat; karenanya singkirilah wanita itu, meskipun hanya di angan-angan, hendaklah ditinggalkan saja”.

Sloka 438:
prasvedamaladig dhena vahata mutrasonitam,
vranena vivrtenaiva sarvamandhikrtam jagat
Artinya:
“Ditengah-tengah kulit sebesar jejak kaki kijang, terdapatlah luka yang menganga yang tidak pernah sembuh, yang menjadi salura jalan air seni dan darah, penuh berisi keringat dan segala macam kotoran; itulah yang membuat orang bingung di dunia ini, kegila-gilaan, buta dan tuli karenanya”.

Sedangkan untuk mereka yang akan menuju ke Grhasta Asrama, atau yang sudah berada di Grhasta Asrama, dalam memandang/ menilai seorang wanita, pedomannya adalah Manawa Dharmasastra Buku ke-3 (Tritiyo dhayah) mulai pasal 4 dst. Terutama pasal 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, di mana dinyatakan betapa mulia dan pentingnya peranan seorang wanita sebagai Ibu Rumah Tangga. Contoh sloka Manawa Dharmasastra:
Sloka 56
“Yatra naryastu pujyante
Ramante tatra dewata,
Yatraitastu na pujiante
Sarwastalah kriyah”
Artinya:
“Dimana wanita dihormati, disanalah para dewa-dewa merasa senang, tetapi dimana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang berpahala”.

Sloka 57:
”Cosanthi jamayo yatrah
Winacyatyacu tatkulam,
Na cocanti tu yatraita
Wardhate taddhi sarwada
Artinya:
”Diamana warga wanita hidup dalam kesedihan keluarga itu cepat akan hancur, tetapi diamana wanita tidak menderita keluarga itu kan selalu bahagia”.

Oleh karena itu dalam proses belajar Agama, sebaiknya meminta tuntunan seorang guru yang mampu memberikan bahan-bahan pelajaran apa yang patut ditekuni, sesuai dengan tahapan kehidupan Catur Asrama. Selain itu juga guru bisa memberikan tuntunan sedemikian rupa sehingga murid (sisya) mencapai tingkat kesucian spiritual setahap demi setahap, dalam artian ada keteraturan proses, misalnya tidak melompat ke hal yang dalam sebelum mengetahui dasar-dasarnya (basic ground). Misalnya untuk belajar Yoga, seorang sisya harus berdisiplin terlebih dahulu antara lain dalam hal-hal yang disebut ‘Yama-brata’ dan ‘Niyama-brata’. Tentu saja dalam hal ini faktor usia dan ‘kematangan’ serta kedewasaan perilaku merupakan unsur utama.
Kitab Sarasamuccaya yang seluruhnya sebanyak 511 sloka, juga mengandung nilai-nilai yang universal, seperti apa itu manusia, semua manusia setara, mengapa ia ada di dunia, kemana tujuannya dan bagaimana seharusnya ia menjalankan hidupnya. Sebagai satu kesatuan pesan yang dibawa oleh kitab Sarasamuccaya, tidaklah mungkin didalamnya itu ada pesan-pesan yang kontradiktif satu dengan yang lainnya. Misalnya antara nilai-nilai universal dengan nilai-nilai partikular.

2.2              Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Kitab Sarasamuccaya
Kitab ini relatif unik karena menggunakan 2 bahasa (bilingual) yaitu bahasa Sansekerta untuk ayat utama dan bahasa Kawi (Jawa Kuno) untuk terjemahannya. Penggunaan bahasa Jawa pada bagian terjemahannya ini memunculkan dugaan bahwa kitab ini dibuat di Nusantara.
Dengan diterjemahkannya bahasa Sanskerta ini kedalam bahasa Kawi, sehingga lebih memudahkan dalam memaknai Kitab ini setelah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia dalam memahami Sarasamuccaya sangat berperan penting dalam mempelajari kitab-kitab tersebut.
Terdapat beberapa Kosa-kata dalam kitab Sarasamuccaya yang dipakai dalam bahasa Indoneia dikehidupan sehari-hari. Namun beberapa ada yang mengalami perubuhan tulisan maupun bunyi. Berikut ini beberapa kosa kata yang ada pada kitab Sarasamuccaya yang digunakan dalam bahasa Indonesia:
aatmaa = atma
bhaagya = bahagia
bhaarata = barata
bhakti = bakti
chintaa = cinta
dharma = darma
doshhaah = dosa
jiiva = jiwa
kshaatram = ksatria
manushhya = manusia
naraka = neraka
nishchaya = niscaya
pujya = puja
putrah = putra
raajaa = raja
shuchi = suci

Sebelumnya kitab Sarasamuccaya hanya diterjemahkan dalam bahasa Jawa Kuno, akan tetapi tidak ditemukan siapa penterjemahnya dari bahasa Sanskerta ke dalam bahasa Jawa Kuno, sehingga dengan diterjemahkannya kedalam bahasa Indonesia oleh Nyoman Kadjeng dkk, menjadi semakin mudah untuk memahami sastra dari Sarasamuccaya ini.





























BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1              Kesimpulan
·         Kitab Sarasamuccaya termasuk dalam kelompok Weda Smerti yang merupakan kitab suci otoritas kedua yang boleh diinterpretasi ulang bila ternyata nilai-nilai yang disampaikan ada yang merasa diperlakukan tidak adil.
·         Kitab Sarasamuccaya seluruhnya sebanyak 511 sloka, mengandung nilai-nilai yang universal, seperti apa itu manusia, semua manusia setara, mengapa ia ada di dunia, kemana tujuannya, bagaimana seharusnya ia menjalankan hidupnya. Sebagai satu kesatuan pesan yang dibawa oleh kitab Sarasamuccaya, tidaklah mungkin didalamnya itu ada pesan-pesan yang kontradiktif satu dengan yang lainnya. Misalnya antara nilai-nilai universal dengan nilai-nilai partikular.
·         Ternyata ada 19 sloka yang secara tekstual merupakan nilai-nilai yang partikular, yang bertentangan dengan sebagian besar nilai-nilai universal yang terkandung di dalam kitab itu. Sesuai dengan pemahaman baru tentang “perempuan” dalam sloka di atas ternyata tidak benar-benar merupakan sloka-sloka yang bertentangan dengan nilai-nilai universal Sarasamuccaya yang lainnya. Tujuan hidup manusia menurut Hindu baik laki maupun perempuan adalah berpeluang sama untuk mencapai kesejahteraan duniawi (Jagat Hita) dan Pembebasan (Moksa).
·         Nafsu birahi menyebabkan keterikatan yang sangat kuat pada setiap orang. Hal ini dapat kita lihat maraknya pornografi dan pornoaksi serta porno media sebagai tontonan yang banyak menarik manusia modern dewasa ini, yang dalam bentuknya yang kuno dapat kita lihat dalam sastra Kama Sutra.
·         Beberapa bahasa Sanskerta dalam kitab Sarasamuccaya yang juga dipakai dalam bahasa Indonesia. Namun karena terjadi perubahan zaman secara terus-menerus sehingga ada yang mengalami perubahan bunyi maupun tulisan.

3.2              Saran
·         Sloka-sloka Sarasamuccaya yang berbicara mengenai perempuan ini, harus diinterpretasi ulang yang secara aktif melibatkan Wanita Hindu Indonesia (WHDI) dan tentu saja harus memberikan kontribusi pemikiran agar tidak lagi diskriminatif, meminggirkan perempuan dan bersifat represif.
·         WHDI juga jangan lupa tetap aktif pula secara internal merealisasikan program penafsiran ulang sastra-sastra Hindu yang secara tekstual masih sangat patriarkhis, sehingga tidak malu-malu lagi kita perkenalkan kepada umat lainnya dan generasi muda Hindu.
·         Kemunculan teknologi yang serba modern ini banyak yang menyalah artikan beberapa sloka Sarasamuccaya oleh kepercayaan non-Hindu di beberapa situs website dengan maksud dan tujuan tertentu. Hendaklah sebagai umat Hindu harus kritis dan tanggap terhadap permasalahan yang ada dan tidak mudah terpengaruh oleh arti-arti Veda yang tidak rasional.













DAFTAR PUSTAKA
Anynomous. 2012. Sarasamusccaya oleh Bhagawan Wararuci (Online). http://m.mpujayaprema.com. Diakses pada tanggal 02 Januari 2014
Anynomous. 2012. Kitab Sarasamuscaya (Online). http://dongengbudaya.wordpress.com. Diakses pada tanggal 02 Januari 2014
Anynomous. 2012. Sarasamuscaya dan Manawa Dharmasastra (Online). http://stitidharma.org. Diakses pada tanggal 02 Januari 2014
Satria. 2012. Penafsiran Ulang Sloka Tentang Perempuan Dalam Kitab Sarasamuccaya (Online). http://stahdnj.ac.id. Diakses pada tanggal 02 Januari 2014
Pudja, Gede. 1979. Sarasamuccaya. Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Hindu Th.1984/1985: Jakarta
Arivia, Gadis. 2003. Filsafat Berspektif Feminis. Yayasan Jurnal Perempuan: Jakarta.
Clifford, Anne M. 2002. Pemperkenalkan Teologi Feminis. Ledalero, Maumere: Flores.
Kajeng, Dkk. 2005. Sarasamuccaya. Paramita: Surabaya.
Suryani, Luh Ketut. 2003. Perempuan Bali Kini. BP: Denpasar.
Titib, Made. 1998. Citra Wanita dalam Kakawin Ramayana. Paramita: Surabaya.

No comments:

Post a Comment