Karna menjadi panglima perang,
dan berhasil menewaskan musuh. Yudhisthira minta agar Arjuna menahan serangan
Karna. Arjuna menyuruh Ghatotkaca untuk menahan dengan ilmu sihirnya,
Ghatotkaca mengamuk, Korawa lari tunggang-langgang. Karna dengan berani melawan
serangan Ghatotkaca. Namun Ghatotkaca terbang ke angkasa. Karna melayangkan
panah, dan mengenai dada Ghatotkaca. Satria Pringgandani ini limbung dan jatuh
menyambar kereta Karna, tetapi Karna dapat menghindar dan melompat dari kereta.
Ghatotkaca mati di atas kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Hidimbi pamit
kepada Dropadi untuk terjun ke perapian bersama jenasah anaknya.
Pertempuran terus berkobar,
Drona berhasil membunuh tiga cucu Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan raja
Wirata. Maka Dhrtadyumna ingin membalas kematian Drupada. Kresna mengadakan
tipu muslihat. Disebarkannya berita, bahwa Aswatthama gugur. Yudhisthira dan
Arjuna mencela sikap Kresna itu. Kemudian Bhima membunuh kuda bernama
Aswatthama, kemudian disebarkan berita kematian kuda Aswatthama. Mendengar
berita kematian Aswatthama, Drona menjadi gusar, lalu pingsan. Dhrtadyumna
berhasil memenggal leher Drona. Aswatthama membela kematian ayahnya, lalu
mengamuk dengan menghujamkan panah Narayana. Arjuna sedih atas kematian gurunya
akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak bersedia melawan Aswatthama, tetapi
Bhima tidak merasakan kematian Drona. Dhrtadymna dan Satyaki saling bertengkar
mengenai usaha perlawanan terhadap Aswatthama. Kresna dan Yudhisthira
menenangkan mereka. Pandawa diminta berhenti berperang. Tapi Bhima ingin
melanjutkan pertempuran, dan maju ke medan perang mencari lawan, terutama ingin
menghajar Aswatthama. Saudara-saudaranya berhasil menahan Bhima. Arjuna
berhasil melumpuhkan senjata Aswatthama. Putra Drona ini lari dan sembunyi di
sebuah pertapaan. Karna diangkat menjadi panglima perang. Banyak perwira Korawa
yang memihak kepada Pandawa.
Pada waktu tengah malam,
Yudhisthira meninggalkan kemah bersama saudara-saudaranya. Mereka khidmat
menghormat kematian sang guru Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal
dan masih terbaring di atas anak panah yang menopang tubuhnya. Bhisma memberi
nasihat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu bahwa Korawa
telah ditakdirkan untuk kalah.
Pandawa melanjutkan pertempuran
melawan Korawa yang dipimpin oleh Karna. Karna minta agar Salya mau mengusiri
keretanya untuk menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak bersedia,
tetapi akhirnya mau asal Karna menuruti perintahnya.
Pertempuran berlangsung hebat,
disertai caci maki dari kedua belah pihak. Bhima bergulat dengan Doryudana,
kemudian menarik diri dari pertempuran. Dussasana dibunuh oleh Bhima, sebagai
pembalasan sejak Dussasana menghina Drupadi. Darah Dussasana diminumnya.
Arjuna perang melawan Karna.
Naga raksasa bernama Adrawalika musuh Arjuna, ingin membantu Karna dengan masuk
ke anak panah Karna untuk menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah, kereta
yang dikusiri Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya terserempet mahkota
kepalanya. Naga Adrawalika itu ditewaskan oleh panah Arjuna. Ketika Karna
mempersiapan anak panah yang luar biasa saktinya, Arjuna telah lebih dahulu
meluncurkan panah saktinya. Tewaslah Karna oleh panah Arjuna.
Doryudhana menjadi cemas, lalu
minta agar Sakuni melakukan tipu muslihat. Sakuni tidak bersedia karena waktu
telah habis. Diusulkannya agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnya Salya
tidak bersedia. Ia mengusulkan agar mengadakan perundingan dengan Pandawa.
Aswatthama menuduh Salya sebagai pengkhianat, dan menyebabkan kematian Karna.
Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi dilerai oleh
saudara-saudaranya. Aswatthama tidak bersedia membantu perang lagi. Salya
terpaksa mau menjadi panglima perang. Nakula disuruh Kresna untuk menemui
Salya, dan minta agar Salya tidak ikut berperang. Nakula minta dibunuh daripada
harus berperang melawan orang yang harus dihormatinya. Salya menjawab, bahwa ia
harus menepati janji kepada Duryodhana, dan melakukan darma kesatria. Salya
menyerahkan kematiannya kepada Nakula dan agar dibunuh dengan senjata
Yudhisthira yang bernama Pustaka, agar dapat mencapai surga Rudra. Nakula
kembali dengan sedih.
Salya menemui Satyawati, pamit
maju ke medan perang. Isteri Salya amat sedih dan mengira bahwa suaminya akan
gugur di medan perang. Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum suaminya
meninggal. Salya mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam terakhir sebagai
malam perpisahan. Pada waktu fajar Salya meninggalkan Satyawati tanpa pamit,
dan dipotongnya kain alas tidur isterinya dengan keris. Salya memimpin pasukan
Korawa. Amukan Bhima dan Arjuna sulit untuk dilawannya. Salya menghujankan anak
panahnya yang bernama Rudrarosa. Kresna menyuruh agar Pandawa menyingkir.
Yudhisthira disuruh menghadap Salya. Yudhisthira tidak bersedia harus melawan
pamannya. Kresna menyadarkan dan menasihati Yudhisthira. Yudhisthira disuruh
menggunakan Kalimahosadha, kitab sakti untuk menewaskan Salya. Salya mati oleh
Kalimahosadha yang telah berubah menjadi pedang yang bernyala-nyala. Kematian
Salya diikuti oleh kematian Sakuni oleh Bhima. Berita kematian Salya sampai
kepada Satyawati. Satyawati menuju medan perang, mencari jenasah suaminya.
Setelah ditemukan, Satyawati bunuh diri di atas bangkai suaminya.
Duryodhana melarikan diri dari
medan perang, lalu bersembunyi di sebuah sungai. Bhima dapat menemukan
Duryodhana yang sedang bertapa. Duryodhana dikatakan pengecut. Duryodhana sakit
hati, lalu bangkit melawannya. Bhima diajak berperang dengan gada. Terjadilah
perkelahian hebat. Baladewa yang sedang berziarah ke tempat-tempat suci diberi
tahu oleh Narada tentang peristiwa peperangan di Hastina. Kresna menyuruh
Arjuna agar Bhima diberi isyarat untuk memukul paha Duryodhana. Terbayarlah
kaul Bhima ketika hendak menghancurkan Duryodhana dalam perang Bharatayudha.
Baladewa yang menyaksikan pergulatan Bhima dengan Duryodhana menjadi marah,
karena Pandawa dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima. Tetapi maksud
Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa..
dikutip: https://mahabhrata.wordpress.com/cerita-pandawa/04-kisah-perang-baratayuda/
No comments:
Post a Comment