Tradisi Budaya “Otonan”, Remaja Hindu,
Ulang Tahun
TRADISI
otonan kini kian terdesak. Anak-anak Bali lebih suka merayakan hari ulang tahun
daripada otonan. Padahal, ulang tahun bukanlah tradisi Bali. Tradisi perayaan
hari kelahiran asli Bali yakni otonan. Selain berbiaya jauh lebih murah, otonan
juga sarat nilai-nilai spiritual. Lunturnya
Tradisi Budaya “Otonan” dikalangan Remaja Hindu pada Era Modern.
Penelitian ini bertujuan menyadarkan masyarakat khususnya kalangan remaja Hindu
mengenai tradisi budayanya sendiri yang semakin memudar. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan tradisi budaya “Otonan” kian memudar yaitu (1) masuknya
budaya luar seperti ulang tahun;(2) sulit mengingat hari kelahiran menurut
Hindu seperti Wuku;(3) kebanyakan hanya memperingati “Otonan” sampai tiga
Otonan;(4) kurangnya kesadaran untuk melestarikan budaya sendiri. Generasi muda
Indonesia seharusnya mencintai dan menjaga kebudayaan negara kita agar maju dan
tidak hilang begitu saja.
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski (2006) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits
(dalam Koentjaraningrat, 2000) memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi
yang lain , yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Koentjaraningrat (2000), kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai
sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur
sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut
Soekanto,Soerjono(dalam
Koentjaraningrat, 2000) , kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang
sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi
(2005), kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
Komponen
utama dari kebudayaan bangsa adalah individunya, dijalankan oleh bangsa yang
telah menganal budaya dan dipertahankan oleh bangsa yang meneruskan. Generasi
muda, merekalah yang berperan sangat penting dalam melestarikan kebudayaan
bangsa, mereka yang menjaga warisan leluhun, dan mereka yang mempunyai tanggung
jawab besar untuk tetap membawa kebanggaan budaya dimanapun merek berada.
Pada
era modern, banyak tradisi budaya Indonesia yang semakin luntur, hal ini
terlihat dari pengetahuan dan pelaksanaan tradisi budaya pada setiap daerah di
Indonesia mengalami degradasi yang kian memprihatinkan. Budaya pada setiap
daerah merupakan aset yang tidak ternilai sekaligus sebagai identitas nasional
bangsa Indonesia. Era globalisasi memiliki dampak yang luar biasa terhadap
nilai-nilai kebudayaan dan pola prilaku masyarakat Indonesia. Dampak negatif
dari era globalisasi cenderung lebih dominan daripada dampak positif yang
dihasilkan dari era globalisasi ini. Remaja saat ini cenderung tidak suka
dengan budayanya sendiri, mereka menganggap bahwa budayanya sangat kuno dan
penuh dengan peraturan didalamnya. Prilaku remaja yang demikian akan
mengakibatkan kebudayaan bangsa ini luntur bahkan kemungkinan terburuk adalah
budaya bangsa ini akan menghilang atau diadopsi oleh negara lain.
Kaum
remaja lebih menyukai budaya asing karena budaya asing yang mereka ketahui
sangat simple dan tidak terikat oleh banyak peraturan atau bisa dikatakan
bebas. Kini Indonesia mengalami krisis budaya yang disebabkan kebudayaan
Indonesia dibiarkan begitu saja dan tidak terawat. Lunturnya kebudayaan di
Indonesia sangat terasa.
PEMBAHASAN
Bali
merupakan pulau yang terkenal hingga ke penjuru dunia dan menyandang banyak
sebutan, tak heran jika Bali menjadi salah satu tujuan wisata dunia, bukan
hanya dari segi keindahan namun juga dari segi kebudayaan yang masih terasa.
Masyarakat Indonesia sebelum dipengaruhi dunia barat, mereka sudah mengenal
perayaan hari ulang tahun dan dikenal dengan berbagai istilah, salah satunya“selametan”
yang dikenal di Jawa. Dalam tradisi Hindu Bali, selametan untuk hari ulang
tahun disebut “otonan”.
Bali
yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu, memiliki sejumlah tradisi unik,
salah satunya adalah Otonan. Otonan berasal dari kata “wetu” yang berarti
lahir. Kemudian kata ini menjadi “pawetuan” yang berarti kelahiran. Kata
pawetuan berubah menjadi kata “paweton”, dan akhirnya menjadi kata oton atau
otonan yang bermakna hari kelahiran.
Otonan ada juga menyebutnya “palekadan” yang
juga bermakna hari kelahiran. Perubahan kata wetu menjadi oton/otonan, sama
halnya dengan kata “keratuan” menjadi “Kraton”.
Otonan
merupakan peringatan hari kelahiran bagi umat Hindu berdasarkan satu tahun
Wuku, yakni enam bulan kali 35 hari atau setara dengan 210 hari. Jatuhnya
otonan akan sama dengan Sapta Wara,Panca Wara dan Wuku yang sama dalam arti
otonan akan diperingati pada hari yang sama dan datangnya setiap enam bulan
sekali.
Otonan
diperingati sebagai hari kelahiran dengan melaksanakan upakara yadnya kecil dan
biasanya dipimpin oleh orang yang dituakan atau bila upakaranya lebih besar
dipuput oleh pemangku (Pinandita). Upacara Otonan dilaksanakan pertama kali
saat bayi berusia 210 hari. Makna Otonan adalah sebagai perwujudan rasa syukur
karena masih diberkati umur panjang oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap
upacara agama memiliki tujuan tertentu, begitu pula upacara Otonan memiliki
tujuan sebagai berikut:
1.Memeringati
kelahiran seseorang, sehingga yang bersangkutan mengetahui hari kelahirannya
dan juga mengetahui umur berdasarkan kelahiran menurut Hindu.
2.Guna
menyucikan diri seseorang, dengan upacara Otonan yang bersangkutan akan
melaksanakan upacara penyucian berupa “Byakala” atau “Prayascitta” yang
dimaksudkan untuk menyucikan diri, melenyapkan kotoran batin, menjauhkan diri
dari gangguan Bhutakala (makhluk gaib yang suka mengganggu umat manusia),
dengan demikian pikirannya menjadi tenang.
3.
Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur, kedua orang tua dan
kerabat terdekat.Dalam pelaksanaan upacara setelah yang bersangkutan menyucikan
diri secara jasmaniah, dengan berkeramas dan mandi, mengenakan busana yang
bersih, dilanjutkan dengan upacara “Byakala” atau “Prayascitta”, maka
dilanjutkan dengan upacara persembahyangan bersama keluarga di Pamrajan atau
tempat pemujaan keluarga.
4.
Mensyukuri (Santosa) wara nugraha atau karunia Sang Hyang Widhi atas kesempatan
yang dianugrahkan untuk menjelma menjadi umat manusia dan puji syukur atas
dianugrahkannya umur yang panjang serta makanan yang berlimpah yang dilaksanakan
berupa “ngayab” banten Otonan yang diakhiri dengan menikmati banten yang telah
dipersembahkan maupun banten Otonan yang telah “diayab” oleh orang
bersangkutan. Sehingga tujuan pelaksanaan upacara Otonan patut dilaksanakan
oleh setiap umat Hindu, dengan demikian hidup seseorang akan penuh makna untuk
memperbaiki diri, menikmati kesejahteraan dan kebahagiaan.
Tradisi
budaya yang begitu religius ini kini mulai memudar seiring dengan perkembangan
zaman. Banyak masyarakat khususnya umat Hindu yang mulai tidak peduli dengan
peringatan hari kelahiran menurut agama yang dianutnya. Hal ini terjadi akibat
perkembangan zaman yang begitu pesat. Budaya luar atau asing yang masuk ke
daerah-daerah di tanah air semakin menggerus kebudayaan dan tradisi lokal yang
ada dan telah diwariskan secara turun temurun.
Orang tua kini semakin acuh dengan tradisi
Otonan ini, padahal tradisi ini memiliki makna yang sangat penting untuk
menjalani kehidupan selanjutnya. Orang tua yang semakin acuh adalah penyebab
lunturnya tradisi Otonan mengapa demikian , jika orang tua saja sudah acuh
terhadap tradisi ini bagaimana mungkin generasi berikutnya akan peduli dengan
tradisi yang dimiliki secara turun temurun.
Banyak
masyarakat khususnya umat Hindu yang enggan melaksanakan otonan ini karena
beberapa faktor yaitu masuknya budaya
luar seperti ulang tahun,yang dimaksudkan disini adalah ulang tahun kini lebih
cenderung dilaksanakan daripada tradisi Otonan.
Banyak yang menganggap bahwa tradisi Otonan
sangat kuno dan banyak aturan yang harus diikuti dalam prosedur pelaksanaannya.
Ulang tahun dianggap sangat sesuai untuk memeringati hari kelahirannya karena
ulang tahun sangat sesuai dengan perkembangan zaman di era modern.
Peringatan
hari kelahiran yang meriah menjadi idaman bagi remaja saat ini bahkan jika
ulang tahunnya tidak dilaksanakan banyak remaja Hindu yang melakukan
pemberontakan terhadap orang tuanya sedangkan jika Otonan tidak dilaksanakan
mereka akan bersikap biasa saja, bahkan ada remaja Hindu yang malu jika
melaksanakan Otonan karena hasutan dari teman sebayanya. Sebagai umat Hindu
melaksanakan Otonan adalah hal penting, namun sudah sebagian besar orang yang
malas untuk melaksankannya padahal Otonan tidaklah memerlukan biaya yang besar
dibandingkan dengan ulang tahun.
Jika ditinjau lebih jauh lagi, ulang tahun
merupakan suatu kebudayaan luar khususnya bagi umat kristiani, tapi mengapa
kita sebagai umat non kristiani ikut menjalankan kebudayaan yang mereka
terapkan, sebenarnya masyarakat belum mengetahui bahwa dalam setiap rangkaian
perayaan ulang tahun mulai dari kue hingga lilin dan lain sebagainya mengandung
makna tertentu yang menjurus pada serangkaian persembahyangan bagi umat
kristiani. Sama halnya dengan Otonan yang dalam serangkaian pelaksanaannya
mengandung maksud sesuai dengan penerapan ajaran agama bagi umat Hindu.
Sungguh
mengeherankan mengapa kebanyakan orang atau remaja Hindu pada khususnya kini
lebih memilih untuk melaksanakan ulang tahun daripada melaksanakan tradisi
Otonan yang sudah jelas tradisi ini merupakan warisan nenek moyang bagi umat
Hindu dan mengandung makna yang baik untuk keselamatan dirinya sendiri.
Sulit
mengingat hari kelahiran menurut Hindu seperti Wuku, dalam arti banyak umat
Hindu yang sering lupa mengingat Wuku kelahirannya dan sering lupa dengan Wuku
apa sekarang. Kebanyakan masyarakat saat ini hanya memperingati “Otonan” sampai
tiga otonan, maksudnya disini adalah biasanya kebanyakan umat Hindu
melaksanakan otonannya sampai tiga Otonan saja tetapi sebagai umat Hindu
seharusnya terus mengingat dan melaksankan otonan tersebut walaupun tidak
membuat upakara yang besar setidaknya sebagai umat Hindu harus selalu mengingat
kelahiran sendiri berdasarkan tradisi Hindu, pelaksanaannya cukup dengan
sembahyang dan nunas tirta agar diberi keselamatan dan kesehatan lahir batin
serta ikut dalam melestarikan tradisi budaya sendiri. Kurangnya kesadaran untuk
melestarikan budaya sendiri, yang dimaksudkan disini adalah masyarakat saat ini
kurang memiliki keinginan atau hasrat untuk melestarikan budayanya sendiri, melaksanakannya sesekali atau
mengingatnya saja masyarakat saat ini sudah enggan.
Penyimpangan
terhadap kebudayaan ini sangat mengkhawatirkan kelangsungan tradisi budaya
nusantara seperti tradisi Otonan.
Hampir
sebagian besar masyarakat sudah mengenal Hari Ulang Tahun yang merupakan
perayaan hari kelahiran berdasarkan penanggalan kalender masehi. Pandangan saya
mengenai perayaan hari ulang tahun
berdasarkan kalender masehi hanya bersifat ceremonial dan hura-hura saja, hanya
sedikit bersentuhan dengan nilai-nilai spiritual.
Masyarakat
modern tampaknya lebih senang merayakan hari ulang tahun berdasarkan
penanggalan kalender masehi, padahal perayaan ini berkaitan dengan perayaan
keagamaan bagi penganut Kristen / Nasrani.
Seperti
yang kita ketahui, hari ulang tahun yang dikenal masyarakat dunia dirayakan
setiap satu tahun sekali (366 hari). Sedangkan Otonan yang dikenal masyarakat
Hindu Bali dirayakan 6 bulan sekali (210 hari) yaitu berdasarkan perhitungan
wewaraan dan wuku / pawukon.
Umumnya
Otonan diperingati selama seseorang masih hidup, artinya meskipun seseorang itu
sudah tua, tetap saja ia memeringati Otonan. Namun di beberapa daerah di Bali,
otonan kadangkala hanya dirayakan hingga seseorang sudah dewasa. Misalnya
setelah merayakan Otonan ketika ia sudah merayakan ritual menek truna (bagi
anak laki-laki) dan menek daha (bagi anak perempuan).
Ritual
menek truna dan menek daha serupa dengan sweet seventeen yang dirayakan dengan
meriah dengan mengundang seluruh keluarga besar dan teman baik. Kelebihan
Otonan dan menek truna serta menek daha disertai dengan upakara yang besar
untuk memuja Tuhan.
Demikian
juga dalam memeringati Otonan, umumnya dibuatkan upakara atau dalam bahasa
Indonesia mungkin dapat disetarakan dengan “sesajen”.
Dalam
memeringati Otonan ini tujuannya bukan sekedar memeringati hari kelahiran,
melainkan tujuannya untuk pemberkahan bagi atman atau jiwa/roh agar seseorang
selalu mendapat keselamatan dan kesejahteraan. Dalam pelaksanaan otonan,
dilakukan pemujaan terhadap paramaatman /Tuhan sebagai jiwa setiap makhluk
hidup.
Pada
era modern seperti sekarang ini, peringatan Otonan tampaknya muIai dilupakan
terutama di perkotaan, padahal peringatan Otonan jauh lebih sakral daripada
hari ulang tahun ala Kristen. Memeringati Otonan kadang dianggap kuno daripada
memeringati hari ulang tahun. Hal seperti itu sangat disesalkan. Kenapa kita
bangga mengadopsi budaya luar dripada menggunakan budaya sendiri.
Sesungguhnya budaya masyarakat kita jauh lebih
baik daripada budaya barat yang jauh dari nilai-nilai agama yang kita anut.
Ketika budaya kita diklaim bangsa lain, baru masyarakat ingat dan sadar bahwa
budaya yang dimiliki bangsa ini kaya dan tak ternilai harganya. Sebelum itu
terjadi, mari kita lestarikan budaya sendiri.
Masyarakat
menghasilkan suatu kebudayaan melalui proses sosialisasi. Kebudayaan selalu
mengikuti keberadaan masyarakat. Masyarakat dan kebudayaan memiliki hubungan
yang sangat terikat satu sama lain di mana tidak ada satu pun masyarakat yang
tidak menghasilkan kebudayaan dan tidak akan pernah tercipta suatu wujud
kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Namun, meskipun budaya diciptakan oleh
masyarakat, budaya tersebut dapat pula mengendalikan masyarakat itu sendiri.
Sehingga masyarakat haruslah pandai dalam mengatur arah gerak dari
kebudayaanya.
Kesadaran
budaya merupakan sikap positif manusia dalam menyikapi perbedaan yang ada dalam
masyarakat. Kesadaran budaya sangatlah dibutuhkan dalam mengelola perbedaan
budaya yang ada. Hal ini dikarenakan seringnya perbedaan budaya yang
menimbulkan konflik di dalam masyarakat. Masyarakat terkadang lupa bahwa pada
dasarnya setiap masyarakat memiliki pola dan corak kebudayaan yang berbeda satu
sama lain. Sehingga mereka cenderung memerlakukan sama pada setiap bentuk
kebudayaan.
Padahal
budaya itu sendiri terbentuk sesuai dengan corak masyarakat yang bersangkutan.
Sikap semacam inilah yang sering sekali memicu kesalahpahaman yang berujung
konflik etnis. Dengan kesadaran yang diterapkan oleh anggota masyarakat, maka
diharapkan integrasi sosial akan tetap terjaga.
Arus
globalisasi dan modernisasi akan memicu unsur-unsur budaya asing masuk dan
bersanding dengan kebudayaan lokal. Hal ini akan menimbulkan masalah, jika
unsur-unsur budaya asing tersebut tidak sesuai dengan kebudayaan lokal, dan
bila masyarakat kurang selektif dalam menerima dan memakai budaya luar yang
tidak sesuai dengan kebudayaan lokal dan kurangnya kesadaran masyarakat
terhadap kebudayaan yang telah dimilikinya, maka kebudayaan lokal yang
merupakan identitas atau jati diri tersebut lambat laun akan pudar.
Maka
dari itu, kesadaran budaya perlu ditumbuhkan di dalam benak anggota masyarakat,
kesadaran budaya menciptakan masyarakat menerapkan kearifan lokal dalam
menghadapi perubahan zaman khusunya dalam globalisasi dan modernisasi, tanpa
kearifan lokal proses modernisasi tidak akan berjalan dengan baik karena
kearifan budaya lokal menjadi filter dari modernisasi dalam masyarakat.
Sehingga, dengan adanya kesadaran mengenai pentingnya arti kebudayaan bagi
masyarakat maka upaya-upaya pelestarian budaya bukanlah hal yang sulit untuk
dicapai.
Kebudayaan
mengisi dan menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal tersebut jarang
disadari oleh manusia sendiri. Hal tersebut merupakan penjelasan singkat bahwa
walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia. Akan tetapi, tidak mungkin
seseorang mengetahui dan meyakini seluruh unsur kebudayaanya.
Betapa sulitnya bagi individu untuk menguasai
seluruh unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat, sehingga seolah-olah
kebudayaan dapat dipelajari secara tepisah dari manusia yang menjadi
pendukungnya.
Pasang
surutnya kebudayaan (culture) sepanjang sejarah kemanusiaan secara mendasar
ditentukan oleh bagaimana kebudayaan itu dijadikan sebagai kerangka acuan oleh
sebuah masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Akan tetapi melihat realita
sekarang ini dengan banyaknya kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini,
kebudayaan lokal mulai tergeser oleh kebudayaan pendatang.
No comments:
Post a Comment