Sunday, May 3, 2015

Ini Perbedaan OTONAN & ULANG TAHUN Menurut Hindu

Tradisi Budaya “Otonan”, Remaja Hindu, Ulang Tahun

TRADISI otonan kini kian terdesak. Anak-anak Bali lebih suka merayakan hari ulang tahun daripada otonan. Padahal, ulang tahun bukanlah tradisi Bali. Tradisi perayaan hari kelahiran asli Bali yakni otonan. Selain berbiaya jauh lebih murah, otonan juga sarat nilai-nilai spiritual. Lunturnya  Tradisi Budaya “Otonan” dikalangan Remaja Hindu pada Era Modern. Penelitian ini bertujuan menyadarkan masyarakat khususnya kalangan remaja Hindu mengenai tradisi budayanya sendiri yang semakin memudar. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tradisi budaya “Otonan” kian memudar yaitu (1) masuknya budaya luar seperti ulang tahun;(2) sulit mengingat hari kelahiran menurut Hindu seperti Wuku;(3) kebanyakan hanya memperingati “Otonan” sampai tiga Otonan;(4) kurangnya kesadaran untuk melestarikan budaya sendiri. Generasi muda Indonesia seharusnya mencintai dan menjaga kebudayaan negara kita agar maju dan tidak hilang begitu saja.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski (2006) mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits (dalam  Koentjaraningrat, 2000) memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain , yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Koentjaraningrat (2000), kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Soekanto,Soerjono(dalam  Koentjaraningrat, 2000) , kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi (2005), kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Komponen utama dari kebudayaan bangsa adalah individunya, dijalankan oleh bangsa yang telah menganal budaya dan dipertahankan oleh bangsa yang meneruskan. Generasi muda, merekalah yang berperan sangat penting dalam melestarikan kebudayaan bangsa, mereka yang menjaga warisan leluhun, dan mereka yang mempunyai tanggung jawab besar untuk tetap membawa kebanggaan budaya dimanapun merek berada.
Pada era modern, banyak tradisi budaya Indonesia yang semakin luntur, hal ini terlihat dari pengetahuan dan pelaksanaan tradisi budaya pada setiap daerah di Indonesia mengalami degradasi yang kian memprihatinkan. Budaya pada setiap daerah merupakan aset yang tidak ternilai sekaligus sebagai identitas nasional bangsa Indonesia. Era globalisasi memiliki dampak yang luar biasa terhadap nilai-nilai kebudayaan dan pola prilaku masyarakat Indonesia. Dampak negatif dari era globalisasi cenderung lebih dominan daripada dampak positif yang dihasilkan dari era globalisasi ini. Remaja saat ini cenderung tidak suka dengan budayanya sendiri, mereka menganggap bahwa budayanya sangat kuno dan penuh dengan peraturan didalamnya. Prilaku remaja yang demikian akan mengakibatkan kebudayaan bangsa ini luntur bahkan kemungkinan terburuk adalah budaya bangsa ini akan menghilang atau diadopsi oleh negara lain.
Kaum remaja lebih menyukai budaya asing karena budaya asing yang mereka ketahui sangat simple dan tidak terikat oleh banyak peraturan atau bisa dikatakan bebas. Kini Indonesia mengalami krisis budaya yang disebabkan kebudayaan Indonesia dibiarkan begitu saja dan tidak terawat. Lunturnya kebudayaan di Indonesia sangat terasa.

PEMBAHASAN

Bali merupakan pulau yang terkenal hingga ke penjuru dunia dan menyandang banyak sebutan, tak heran jika Bali menjadi salah satu tujuan wisata dunia, bukan hanya dari segi keindahan namun juga dari segi kebudayaan yang masih terasa. Masyarakat Indonesia sebelum dipengaruhi dunia barat, mereka sudah mengenal perayaan hari ulang tahun dan dikenal dengan berbagai istilah, salah satunya“selametan” yang dikenal di Jawa. Dalam tradisi Hindu Bali, selametan untuk hari ulang tahun disebut “otonan”.
Bali yang sebagian besar penduduknya beragama Hindu, memiliki sejumlah tradisi unik, salah satunya adalah Otonan. Otonan berasal dari kata “wetu” yang berarti lahir. Kemudian kata ini menjadi “pawetuan” yang berarti kelahiran. Kata pawetuan berubah menjadi kata “paweton”, dan akhirnya menjadi kata oton atau otonan yang bermakna hari kelahiran.
 Otonan ada juga menyebutnya “palekadan” yang juga bermakna hari kelahiran. Perubahan kata wetu menjadi oton/otonan, sama halnya dengan kata “keratuan” menjadi “Kraton”.
Otonan merupakan peringatan hari kelahiran bagi umat Hindu berdasarkan satu tahun Wuku, yakni enam bulan kali 35 hari atau setara dengan 210 hari. Jatuhnya otonan akan sama dengan Sapta Wara,Panca Wara dan Wuku yang sama dalam arti otonan akan diperingati pada hari yang sama dan datangnya setiap enam bulan sekali.
Otonan diperingati sebagai hari kelahiran dengan melaksanakan upakara yadnya kecil dan biasanya dipimpin oleh orang yang dituakan atau bila upakaranya lebih besar dipuput oleh pemangku (Pinandita). Upacara Otonan dilaksanakan pertama kali saat bayi berusia 210 hari. Makna Otonan adalah sebagai perwujudan rasa syukur karena masih diberkati umur panjang oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap upacara agama memiliki tujuan tertentu, begitu pula upacara Otonan memiliki tujuan sebagai berikut:
1.Memeringati kelahiran seseorang, sehingga yang bersangkutan mengetahui hari kelahirannya dan juga mengetahui umur berdasarkan kelahiran menurut Hindu.
2.Guna menyucikan diri seseorang, dengan upacara Otonan yang bersangkutan akan melaksanakan upacara penyucian berupa “Byakala” atau “Prayascitta” yang dimaksudkan untuk menyucikan diri, melenyapkan kotoran batin, menjauhkan diri dari gangguan Bhutakala (makhluk gaib yang suka mengganggu umat manusia), dengan demikian pikirannya menjadi tenang.
3. Mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, para leluhur, kedua orang tua dan kerabat terdekat.Dalam pelaksanaan upacara setelah yang bersangkutan menyucikan diri secara jasmaniah, dengan berkeramas dan mandi, mengenakan busana yang bersih, dilanjutkan dengan upacara “Byakala” atau “Prayascitta”, maka dilanjutkan dengan upacara persembahyangan bersama keluarga di Pamrajan atau tempat pemujaan keluarga.
4. Mensyukuri (Santosa) wara nugraha atau karunia Sang Hyang Widhi atas kesempatan yang dianugrahkan untuk menjelma menjadi umat manusia dan puji syukur atas dianugrahkannya umur yang panjang serta makanan yang berlimpah yang dilaksanakan berupa “ngayab” banten Otonan yang diakhiri dengan menikmati banten yang telah dipersembahkan maupun banten Otonan yang telah “diayab” oleh orang bersangkutan. Sehingga tujuan pelaksanaan upacara Otonan patut dilaksanakan oleh setiap umat Hindu, dengan demikian hidup seseorang akan penuh makna untuk memperbaiki diri, menikmati kesejahteraan dan kebahagiaan.
Tradisi budaya yang begitu religius ini kini mulai memudar seiring dengan perkembangan zaman. Banyak masyarakat khususnya umat Hindu yang mulai tidak peduli dengan peringatan hari kelahiran menurut agama yang dianutnya. Hal ini terjadi akibat perkembangan zaman yang begitu pesat. Budaya luar atau asing yang masuk ke daerah-daerah di tanah air semakin menggerus kebudayaan dan tradisi lokal yang ada dan telah diwariskan secara turun temurun.
 Orang tua kini semakin acuh dengan tradisi Otonan ini, padahal tradisi ini memiliki makna yang sangat penting untuk menjalani kehidupan selanjutnya. Orang tua yang semakin acuh adalah penyebab lunturnya tradisi Otonan mengapa demikian , jika orang tua saja sudah acuh terhadap tradisi ini bagaimana mungkin generasi berikutnya akan peduli dengan tradisi yang dimiliki secara turun temurun.
Banyak masyarakat khususnya umat Hindu yang enggan melaksanakan otonan ini karena beberapa faktor yaitu  masuknya budaya luar seperti ulang tahun,yang dimaksudkan disini adalah ulang tahun kini lebih cenderung dilaksanakan daripada tradisi Otonan.
 Banyak yang menganggap bahwa tradisi Otonan sangat kuno dan banyak aturan yang harus diikuti dalam prosedur pelaksanaannya. Ulang tahun dianggap sangat sesuai untuk memeringati hari kelahirannya karena ulang tahun sangat sesuai dengan perkembangan zaman di era modern.
Peringatan hari kelahiran yang meriah menjadi idaman bagi remaja saat ini bahkan jika ulang tahunnya tidak dilaksanakan banyak remaja Hindu yang melakukan pemberontakan terhadap orang tuanya sedangkan jika Otonan tidak dilaksanakan mereka akan bersikap biasa saja, bahkan ada remaja Hindu yang malu jika melaksanakan Otonan karena hasutan dari teman sebayanya. Sebagai umat Hindu melaksanakan Otonan adalah hal penting, namun sudah sebagian besar orang yang malas untuk melaksankannya padahal Otonan tidaklah memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan ulang tahun.
 Jika ditinjau lebih jauh lagi, ulang tahun merupakan suatu kebudayaan luar khususnya bagi umat kristiani, tapi mengapa kita sebagai umat non kristiani ikut menjalankan kebudayaan yang mereka terapkan, sebenarnya masyarakat belum mengetahui bahwa dalam setiap rangkaian perayaan ulang tahun mulai dari kue hingga lilin dan lain sebagainya mengandung makna tertentu yang menjurus pada serangkaian persembahyangan bagi umat kristiani. Sama halnya dengan Otonan yang dalam serangkaian pelaksanaannya mengandung maksud sesuai dengan penerapan ajaran agama bagi umat Hindu.
Sungguh mengeherankan mengapa kebanyakan orang atau remaja Hindu pada khususnya kini lebih memilih untuk melaksanakan ulang tahun daripada melaksanakan tradisi Otonan yang sudah jelas tradisi ini merupakan warisan nenek moyang bagi umat Hindu dan mengandung makna yang baik untuk keselamatan dirinya sendiri.
Sulit mengingat hari kelahiran menurut Hindu seperti Wuku, dalam arti banyak umat Hindu yang sering lupa mengingat Wuku kelahirannya dan sering lupa dengan Wuku apa sekarang. Kebanyakan masyarakat saat ini hanya memperingati “Otonan” sampai tiga otonan, maksudnya disini adalah biasanya kebanyakan umat Hindu melaksanakan otonannya sampai tiga Otonan saja tetapi sebagai umat Hindu seharusnya terus mengingat dan melaksankan otonan tersebut walaupun tidak membuat upakara yang besar setidaknya sebagai umat Hindu harus selalu mengingat kelahiran sendiri berdasarkan tradisi Hindu, pelaksanaannya cukup dengan sembahyang dan nunas tirta agar diberi keselamatan dan kesehatan lahir batin serta ikut dalam melestarikan tradisi budaya sendiri. Kurangnya kesadaran untuk melestarikan budaya sendiri, yang dimaksudkan disini adalah masyarakat saat ini kurang memiliki keinginan atau hasrat untuk melestarikan budayanya sendiri,          melaksanakannya sesekali atau mengingatnya saja masyarakat saat ini sudah enggan.
Penyimpangan terhadap kebudayaan ini sangat mengkhawatirkan kelangsungan tradisi budaya nusantara seperti tradisi Otonan.
Hampir sebagian besar masyarakat sudah mengenal Hari Ulang Tahun yang merupakan perayaan hari kelahiran berdasarkan penanggalan kalender masehi. Pandangan saya mengenai  perayaan hari ulang tahun berdasarkan kalender masehi hanya bersifat ceremonial dan hura-hura saja, hanya sedikit bersentuhan dengan nilai-nilai spiritual.
Masyarakat modern tampaknya lebih senang merayakan hari ulang tahun berdasarkan penanggalan kalender masehi, padahal perayaan ini berkaitan dengan perayaan keagamaan bagi penganut Kristen / Nasrani.
Seperti yang kita ketahui, hari ulang tahun yang dikenal masyarakat dunia dirayakan setiap satu tahun sekali (366 hari). Sedangkan Otonan yang dikenal masyarakat Hindu Bali dirayakan 6 bulan sekali (210 hari) yaitu berdasarkan perhitungan wewaraan dan wuku / pawukon.
Umumnya Otonan diperingati selama seseorang masih hidup, artinya meskipun seseorang itu sudah tua, tetap saja ia memeringati Otonan. Namun di beberapa daerah di Bali, otonan kadangkala hanya dirayakan hingga seseorang sudah dewasa. Misalnya setelah merayakan Otonan ketika ia sudah merayakan ritual menek truna (bagi anak laki-laki) dan menek daha (bagi anak perempuan).
Ritual menek truna dan menek daha serupa dengan sweet seventeen yang dirayakan dengan meriah dengan mengundang seluruh keluarga besar dan teman baik. Kelebihan Otonan dan menek truna serta menek daha disertai dengan upakara yang besar untuk memuja Tuhan.
Demikian juga dalam memeringati Otonan, umumnya dibuatkan upakara atau dalam bahasa Indonesia mungkin dapat disetarakan dengan “sesajen”.
Dalam memeringati Otonan ini tujuannya bukan sekedar memeringati hari kelahiran, melainkan tujuannya untuk pemberkahan bagi atman atau jiwa/roh agar seseorang selalu mendapat keselamatan dan kesejahteraan. Dalam pelaksanaan otonan, dilakukan pemujaan terhadap paramaatman /Tuhan sebagai jiwa setiap makhluk hidup.
Pada era modern seperti sekarang ini, peringatan Otonan tampaknya muIai dilupakan terutama di perkotaan, padahal peringatan Otonan jauh lebih sakral daripada hari ulang tahun ala Kristen. Memeringati Otonan kadang dianggap kuno daripada memeringati hari ulang tahun. Hal seperti itu sangat disesalkan. Kenapa kita bangga mengadopsi budaya luar dripada menggunakan budaya sendiri.
 Sesungguhnya budaya masyarakat kita jauh lebih baik daripada budaya barat yang jauh dari nilai-nilai agama yang kita anut. Ketika budaya kita diklaim bangsa lain, baru masyarakat ingat dan sadar bahwa budaya yang dimiliki bangsa ini kaya dan tak ternilai harganya. Sebelum itu terjadi, mari kita lestarikan budaya sendiri.
Masyarakat menghasilkan suatu kebudayaan melalui proses sosialisasi. Kebudayaan selalu mengikuti keberadaan masyarakat. Masyarakat dan kebudayaan memiliki hubungan yang sangat terikat satu sama lain di mana tidak ada satu pun masyarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan dan tidak akan pernah tercipta suatu wujud kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Namun, meskipun budaya diciptakan oleh masyarakat, budaya tersebut dapat pula mengendalikan masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat haruslah pandai dalam mengatur arah gerak dari kebudayaanya.
Kesadaran budaya merupakan sikap positif manusia dalam menyikapi perbedaan yang ada dalam masyarakat. Kesadaran budaya sangatlah dibutuhkan dalam mengelola perbedaan budaya yang ada. Hal ini dikarenakan seringnya perbedaan budaya yang menimbulkan konflik di dalam masyarakat. Masyarakat terkadang lupa bahwa pada dasarnya setiap masyarakat memiliki pola dan corak kebudayaan yang berbeda satu sama lain. Sehingga mereka cenderung memerlakukan sama pada setiap bentuk kebudayaan.
Padahal budaya itu sendiri terbentuk sesuai dengan corak masyarakat yang bersangkutan. Sikap semacam inilah yang sering sekali memicu kesalahpahaman yang berujung konflik etnis. Dengan kesadaran yang diterapkan oleh anggota masyarakat, maka diharapkan integrasi sosial akan tetap terjaga.
Arus globalisasi dan modernisasi akan memicu unsur-unsur budaya asing masuk dan bersanding dengan kebudayaan lokal. Hal ini akan menimbulkan masalah, jika unsur-unsur budaya asing tersebut tidak sesuai dengan kebudayaan lokal, dan bila masyarakat kurang selektif dalam menerima dan memakai budaya luar yang tidak sesuai dengan kebudayaan lokal dan kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebudayaan yang telah dimilikinya, maka kebudayaan lokal yang merupakan identitas atau jati diri tersebut lambat laun akan pudar.
Maka dari itu, kesadaran budaya perlu ditumbuhkan di dalam benak anggota masyarakat, kesadaran budaya menciptakan masyarakat menerapkan kearifan lokal dalam menghadapi perubahan zaman khusunya dalam globalisasi dan modernisasi, tanpa kearifan lokal proses modernisasi tidak akan berjalan dengan baik karena kearifan budaya lokal menjadi filter dari modernisasi dalam masyarakat. Sehingga, dengan adanya kesadaran mengenai pentingnya arti kebudayaan bagi masyarakat maka upaya-upaya pelestarian budaya bukanlah hal yang sulit untuk dicapai.
Kebudayaan mengisi dan menentukan jalannya kehidupan manusia, walaupun hal tersebut jarang disadari oleh manusia sendiri. Hal tersebut merupakan penjelasan singkat bahwa walaupun kebudayaan merupakan atribut manusia. Akan tetapi, tidak mungkin seseorang mengetahui dan meyakini seluruh unsur kebudayaanya.
 Betapa sulitnya bagi individu untuk menguasai seluruh unsur kebudayaan yang didukung oleh masyarakat, sehingga seolah-olah kebudayaan dapat dipelajari secara tepisah dari manusia yang menjadi pendukungnya.

Pasang surutnya kebudayaan (culture) sepanjang sejarah kemanusiaan secara mendasar ditentukan oleh bagaimana kebudayaan itu dijadikan sebagai kerangka acuan oleh sebuah masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Akan tetapi melihat realita sekarang ini dengan banyaknya kebudayaan asing yang masuk ke negeri ini, kebudayaan lokal mulai tergeser oleh kebudayaan pendatang.

No comments:

Post a Comment