Monday, May 11, 2015

Ini Fungsi/ Makna Filosofis Benang Tri Datu Bagi Hindu


Krama Bali Hindu sudah biasa memakai benang Tri Datu sebagai gelang. Sebagai aksesoris ia kelihatan unik dan antik, namun lebih jauh dari itu benang ini memiliki nilai filosofis yang dalam dan diyakini memiliki power magis. Bagaimanakah keberadaan piranti spiritual ini secara menyeluruh.


Hampir semua orang Bali yang beragama Hindu mengetahui benang Tri Datu atau juga sering disebut Sri datu. Secara etimologi Tri Datu berasal dari kata tri yang berarti tiga, dan datu yang berarti raja, jadi Tri Datu berarti tiga raja. Tiga raja di sini adalah tiga Dewa utama dalam agama Hindu. Tiga Dewa dimaksud adalah Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siwa. Sastra-sastra agama menguraikan bahwa Dewa Brahma dengan aksara suci Ang, memiliki urip 9 dengan sakti Dewi Saraswati, disimbolkan dengan warna merah. Dewa Wisnu dengan aksara suci Ung, memiliki urip 4 dengan sakti Dewi Sri, dengan simbol warna hitam. Dan Dewa Siwa dengan aksara suci Mang, memiliki urip 8 dengan sakti Dewi Durga, disimbolkan dengan warna putih. Ketiga aksara ini yaitu Ang, Ung, Mang bila disatukan akan menjadi aksara AUM yang bila diucapkan menjadi OM. Aksara pranawa OM merupakan aksara suci umat Hindu serta memiliki nilai magis yang luar biasa sebagai simbol dari Ida Sanghyang Widi Wasa. Selain itu, ke-Tiga warna ini biasanya digoreskan pada tiang-tiang bangunan rumah, pura dan sebagainya pada saat membuat upacara pemlaspas, yaitu ritual yang bertujuan untuk menyucikan dan peresmian bangunan. Maksudnya untuk menjaga penghuninya supaya memperoleh kerahayuan dan segala bhuta kala yang hendak mengganggu dapat diredam. Demikian penjelasan Ketut Gina, dalam bukunya yang berjudul “Gambar dan Lambang.”

Jalinan benang ini benar bila ukuran benangnya, besar benangnya sama dijalin saling ikat bukan terlepas begitu saja, atau bukan dijalin seperti jalinan rambut. Benang Tri Datu bagi masyarakat Hindu difungsikan sebagai sarana dan prasarana upacara keagamaan. Semua kegiatan keagamaan yang terangkum dalam Panca Maha Yajña dalam pelaksanaannya memakai benang Tri Datu. Upacara Dewa Yajña benang Tri Datu difungsikan sebagai sarana nuntun Ida Sang Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Benang sebagai alat atau media penghubung antara pemuja dan yang dipuja. Dalam upacara Butha Yajña, benang Tri Datu dipakai pamogpog atas kekurangan persembahan yang dilaksanakan. Pelaksanaan upacara Rsi Yajña juga memakai benang Tri Datu yang digunakan sebagai slempang pada tubuh yang di diksa atau winten sebagai pawitra dari nabe kepada sisya. Pada upacara Manusa Yajña benang Tri Datu difungsikan sebagai lambang panugrahan. Memakai benang pawitra berwarna Tri Datu bermakna pengikatan diri terhadap norma-norma agama. Sedangkan pada upacara Pitra Yajña benang Tri Datu difungsikan sebagai panuntun atma yang telah meninggal.

Hakikatnya benang Tri Datu merupakan salah satu aktualisasi diri dalam konteks Tri Murti. Dalam ajaran agama Hindu Tri Murti adalah tiga kekuatan Sang Hyang Widhi Wasa dalam menciptakan, memelihara, dan mengembalikan pada asalnya alam beserta isinya.

Benang Tri Datu yang merupakan simbol dari Tri Murti, Tri Pramana, dan Tri Kaya Parisudha sebagai aktualisasi diri ini, diharapkan umat Hindu mulai sadar akan jati dirinya. Salah satunya dengan cara introspeksi diri atau dengan istilah mulat sarira. Dengan adanya introspeksi diri ini diharapkan umat Hindu dapat hidup sesuai dengan konsep ajaran agama Hindu yang satu dengan yang lainnya memiliki keterikatan. Umat Hindu akan sadar bahwasannya ini adalah bagian dari kehidupan, dan kehidupan hanyalah sebagian kecil alam semesta. Dengan mengingat-Nya, menjalankan ajaran-Nya ada kerinduan manusia untuk kembali pada-Nya.

Benang Tri Datu yang merupakan simbol dari Tri Murti, Tri Pramana, dan Tri Kaya Parisudha menuntun umat Hindu akan jati dirinya. Sehingga dapat meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik. Walau tidak mudah, tetapi lebih baik berdiri dari pada duduk, lebih baik berjalan dari pada berdiri, lebih baik berlari dari pada berjalan. Berpikir, berkata, berbuat dengan baik dan benar merupakan makanan bagi manusia kelahiran tua. Berpikir, berkata, berbuat dengan baik dan benar merupakan makanan bagi atman yang rindu akan asalnya. Benang Tri Datu, Tri Murti, Tri Pramana, Tri Kaya Parisudha, dan tri-tri yang lainya merupakan jalinan penuh misteri dan mesti diuraikan


No comments:

Post a Comment